728x90 AdSpace

  • HEADLINES

    8.26.2015

    Bagaimana Klas Berkuasa Menguasai?

    Cara jahat pemodal berkuasa
    Militer dan Militerisme, Penjaga modal, Photo: istimewa
    Apa Yang Diperjuangkan Sosialisme (1)
    Sistem Tanpa Masa Depan (2)
    Sistem Yang Tidak Manusiawi (3)
    Sistem Yang Tidak Masuk Akal (4)
    Apa Kegunaan Perang? (5)
    Bagaimana Kelas Berkuasa Menguasai? (7)


    Bagaimana Klas Berkuasa Menguasai?

    Dalam masyarakat zaman dulu, klas berkuasa berbangga atas penguasaannya. Mereka memakai topi, pakaian dan hiasan yang mewah sekali. Mereka berani membunuh petani atau budak di depan umum hanya untuk menunjukkan wewenangnya. Ketika mereka berjalan di depan umum dihormati orang-orang lain. Kini klas berkuasa jauh lebih kuat. Dengan menekan satu tombol saja mereka dapat membunuh tidak hanya satu atau dua orang buruh tetapi puluhan ribu sekaligus. Namun kekuasaannya tersamarkan. Mereka harus menyamarkannya karena para pemilik modal berjumlah sangat kecil dibanding dengan klas lain di dalam masyarakat. Maka untuk mempertahankan kekuasaannya, kapitalisme mendirikan semacam “Sandiwara Demokrasi”.

    Rakyat tidak mempunyai peranan menjalankan perusahaan besar yang menguasai kehidupan ekonomi. Di bidang politik, perusahaan tersebut mempunyai peranan besar dengan memilih pemimpin politik “kita”. Penguasaan mereka terhadap media massa mempengaruhi pilihan politik dan pesan yang dimunculkan kepada para “pemilih”. Bagi kapitalisme, bukan demokrasi yang terpenting, melainkan Sandiwara Demokratik. Semua rakyat berhak memberikan suara dalam pemilihan umum namun tidak semua orang berhak mengambil keputusan. Keputusan dibuatkan untuk rakyat. Keputusan diambil atas nama rakyat oleh berbagai institusi negara kapitalis. 


    Apakah Negara Itu?
    Negara adalah aparatus dari klas berkuasa – parlemen, pegawai negeri, pengadilan, polisi dan angkatan bersenjata. Semua orang atasan dalam lembaga politik tersebut setia kepada klas yang kaya. Mereka menerima upah yang sangat besar agar tetap terus setia. Kekayaan mereka membuat mereka lebih dekat kepada para pemilik modal ketimbang kaum buruh dan rakyat.

    Dari berbagai data[1] yang diambil dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara KPK ditahun 2007 menunjukan bahwa semua penyelenggara negara di tingkat nasional (presiden, wakil presiden dan menteri) memiliki kekayaan diatas 4 miliar hingga hampir 1 triliun rupiah. Kekayaan SBY per 23 November 2009 mencapai 7,6 miliar rupiah dan 269,730 USD. Sedangkan Boediono memiliki 28 miliar rupiah dan 16 ribu USD. Demikian para Jenderal Polri maupun TNI tidak kalah kayanya, Panglima TNI yang baru, Moeldoko[2] memiliki kekayaan total 32 miliar dan termasuk salah satu Jenderal yang paling banyak memiliki mata uang Dollar Amerika Serikat senilai 450 ribu USD. Para calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia tahun 2013 ini memiliki harta kekayaan berkisar antara 2 hingga 12 miliar rupiah. Ditingkatan Gubernur kekayaannya berkisar antara 660 juta hingga hampir 300 miliar rupiah. Para Bupati dan Walikota pun tidak mau kalah dengan kekayaan antara 2 hingga 55 miliar rupiah.

    Dalam setiap lembaga negara ada aturan jenjang karir yang tersusun. Jadi untuk naik pangkat mereka menjual diri dan ikut serta dengan sistem kapitalisme. Dan mereka belajar cepat sekali bahwa sebagai balasan atas komitmen dan disiplinnya, mereka menerima hak istimewa. Semakin tinggi pangkat atau kedudukan di dalam perusahaan, departemen pemerintahan, pengadilan atau angkatan bersenjata, semakin banyak hak istimewa mereka. Tidak mengherankan bahwa semakin dekat dengan pangkat atau kedudukan tinggi, orang semakin mendukung sistem. Dalam pangkat tertinggi biasanya adalah orang yang direkrut langsung dari klas berkuasa. Orang itu adalah perwira angkatan bersenjata, kepala departemen dan hakim yang tidak ragu-ragu menggunakan cara apapun untuk mempertahankan sistem yang ada.
     

    Parlemen dan 'Hukum
    Fungsi sehari-hari sistem kapitalisme tergantung pada lembaga hukum dan parlemen. Di jalanan, hukum dijaga oleh polisi. Tugas yang paling utama bagi polisi adalah melindungi harta benda pribadi. Pada khususnya, harta benda orang kaya. Polisi mengingatkan rakyat apa yang terjadi kalau melanggar hukum ini, kadang hanya dengan mengirim mobil polisi untuk berjalan keliling kampung, lain kali dengan memukul orang atau membubarkan pemogokan atau unjuk rasa.

    Di belakang polisi adalah pengadilan. Lembaga ini merupakan lembaga yang mengadili mereka yang melanggar hukum dan sering juga menentukan apa maksud dari hukum. Para hakim tidak dipilih oleh rakyat sehingga tidak wajib bertanggungjawab pada rakyat. Mereka berada untuk melindungi sistem kapitalisme. Mereka menjamin agar yang mencuri uang dari bank dihukum berat sedangkan yang korupsi dan mencuri dari rakyat hanya dihukum ringan. Kejahatan perusahaan hanya dianggap kurang ajar, bukan tindakan pidana. Hakim dapat menegakkan hukum dan pada saat yang sama menyatakan bahwa seorang perempuan menikmati pemerkosaan atas dirinya sendiri.

    Ini dapat terjadi karena ada hukum yang mengharuskan agar hak asasi manusia dihormati sedangkan terdapat hukum lain yang membenarkan pelanggaran hak asasi manusia. Pemerkosaan dilarang secara hukum, tetapi kalau memberi buruh perempuan upah 80% dari pada upah laki-laki, tidak dilarang. Di pusat sistem hukum kapitalisme terdapat parlemen. Dikatakan bahwa parlemen merupakan badan “perwakilan”, yang mewakili rakyat. Padahalnya, parlemen hanya salah satu unsur dari Sandiwara Demokrasi. Rakyat dapat memilih politisi A atau politisi B, tetapi kebanyakannya mendukung sistem kapitalisme. Apa perbedaan antara Partai Demokrat, Golkar, Gerindra, NasDem, PKS, PKB, PPP, Partai Hanura, PKPI dan PDI Perjuangan? Bahkan ketika ada calon alternatif riil tidak akan diberi bantuan keuangan atau dukungan dari media massa untuk maju ke parlemen.

    Pada umumnya, parlemen membahas hal-hal yang bersangkutan dengan klas berkuasa, seperti melegalkan sistem kerja kontrak, outsourcing dan politik upah murah, subsidi mana yang akan dicabut atau BUMN mana yang akan diprivatisasi. Keberadaan parlemen tidak untuk membahas sistem masyarakat apa yang lebih baik bagi kepentingan rakyat kebanyakan. Apabila hal seperti itu dimunculkan di dalam parlemen, klas berkuasa selalu mempunyai dukungan cadangan. Misalnya Undang-Undang Dasar di Australia melarang parlemen melakukan nasionalisasi perusahaan pemilik modal.

    Ketika semua cara hukum gagal untuk melindungi sistem kapitalisme, klas berkuasa sanggup menggunakan cara lain. Pada tahun 1975 misalnya, ketika pemerintahan Whitlam dipecat oleh wakil kerajaan Inggris, klas berkuasa merasa takut terhadap tanggapan dari rakyat sehingga bagian-bagian penting dari angkatan bersenjata disiagakan.

    Di negara kapitalis Dunia Ketiga yang kurang stabil, kekuasaan militer menjadi hal biasa, dan pada saat ada persidangan parlemen yang penting, telah menjadi biasa berlangsung di bawah “perlindungan” angkatan bersenjata.
     

    Militer dan Militerisme
    Militer muncul dan dibutuhkan oleh semua tatanan masyarakat berklas dengan kepentingan mendasar menjaga dan memperluas dominasi klas yang berkuasa. Kepentingan tersebut termanifestasikan dalam fungsi ganda militer untuk memperluas dominasi klas berkuasa 
    (melalui penjajahan, agresi ataupun invasi) ke luar negeri atau untuk melindungi klas berkuasa dari ancaman yang berasal dari luar negeri. Serta menjaga tatanan dan dominasi klas yang berkuasa didalam negeri.

    Militerisme berusaha mengembangkan pengaruh dan semangat militernya pertama-tama dalam tentara aktif, dengan jiwa korsa dan disiplin militer yang memaksa manusia menjadi robot patuh. Kedua, dalam kelompok populasi yang akan membentuk tentara cadangan dalam peristiwa mobilisasi dengan memiliterisasi seluruh institusi Negara dan termasuk juga mlatih, mendanai dan membangun milisi-milisi sipil ataupun kelompok-kelompok preman. Dan terakhir dalam kelompok populasi lainnya yang dijadikan basis dan dukungan untuk tujuan-tujuan militerisme. Salah satunya dengan berbagai manipulasi sejarah dan ataupun membesar-besarkan peran militer dalam berbagai bidang.

    Dalam sejarah pembentukannya posisi-posisi strategis didalam Militer Indonesia dikuasai oleh perwira-perwira hasil pendidikan penjajah Belanda (KNIL), serta hasil dari pendidikan penjajah Jepang (PETA). Didikan yang didapatkan para perwira KNIL lebih diarahkan untuk menindas dan menumpas pemberontakan dalam negeri. Sedangkan PETA jelas merupakan anak didik dari fasis Jepang.

    Sementara itu laskar-laskar rakyat bersenjata dihabisi disingkirkan oleh kebijakan re-ra (restrukturisasi dan rasionalisasi) yang dijalankan oleh Kabinet Hatta. Kebijakan re-ra tersebut berasal dari “Red Drive Proposals” atau “Usul-usul Pembasmian Kaum Merah” yang dibuat di Sarangan pada tanggal 21 Juli 1948. Dari pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan bahwa Amerika Serikat bersedia memberikan uang dan akan mendukung campur tangan PBB, yang akan berakibat pada pengusiran Belanda dan kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut dengan syarat; Indonesia harus memutuskan hubungan dengan London dan unsur-unsur komunis dalam grup-grup bersenjata kerakyatan harus dihapus.[3]

    Militer Indonesia juga sudah terlibat dalam bisnis sejak permulaan tahun 1950an. Kegiatan bisnis tersebut termasuk penarikan berbagai macam pungutan dalam pengangkutan barang dan penerapan kerja paksa terhadap kaum tani, juga bisnis penyelundupan dan memberikan jasa perlindungan. Basis ekonomi terbesar dari militer Indonesia didapatkan ketika perusahaan-perusahaan Belanda pada tahun 1958/59 yang diambil alih oleh Kaum Buruh justru diletakan dalam kontrol militer.

    Paska reformasi muncul Undang-undang No 34 tahun 2004 tentang TNI yang salah satu pasalnya menyebutkan larangan terhadap bisnis militer dan mengharuskan pemerintah mengambil alih semua bisnis militer pada tahun 2009, namun mandat itu berjalan lambat ataupun ditelikung dengan mengalihkan aset bisnis militer ke sipil.

    Hingga akhir tahun 2007 terdata bahwa yayasan dan koperasi militer memiliki aset kotor sebesar 3,2 triliun rupiah. Keuntungan yang didapatkan ditahun yang sama sebesar 268 miliar. Termasuk didalamnya juga aset berupa lahan seskitar 16.500 hektar yang tersebar hingga Kalimantan. Bisnis tersebut belum termasuk jasa keamanan, sewa tanah dan bangunan, membekingi perusahaan yang terlibat kriminalitas dan korupsi.[4]

    Bisnis militer tersebut sangat kecil berkontribusi terhadap kesejahteraan prajurit. Keuntungan besar didapatkan oleh korps perwira menengah dan tinggi. Sementara bisnis militer tersebut justru menyebabkan korupsi, pembunuhan, perampasan hak serta penindasan, hal ini terutama dapat terlihat dalam berbagai kasus perebutan lahan petani oleh militer

    Kepentingan militer untuk berpolitik, berbisnis meluaskan pengaruhnya dalam segala bidang yang kemudian melahirkan Dwi Fungsi ABRI, yang pertama kali dipopulerkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Abdul Haris Nasution. Kepentingan tersebut kemudian ditutupi dengan konsepsi bahwa sipil masih lemah dan tentara juga harus menjaga bangsa dan negara dari ancaman yang berasal dari dalam negeri, yaitu rakyat sendiri.

    Dengan militerisme yang tujuan utamanya untuk melindungi kepentingan politik dan ekonomi dari para jenderal-jendral dan tatanan kapitalisme didalam negeri maka tidak mengherankan militerisme Indonesia seperti Negara didalam Negara.

    Mereka memiliki struktur kekuasaan yang sejajar dengan struktur kekuasaan Sipil, yang berbentuk struktur Komando Teritorial (Koter). Struktur dari Mabes TNI (nasional), Komando Daerah Militer (Provinsi), Komando Resort Militer, Komando Distrik Militer (Kota/ Kabupaten), Komando Rayon Militer (kecamatan), Bintara Pembina Desa (Desa).

    Selain menghabiskan anggaran yang luar biasa besar (sebagai contoh pembangunan Kodam baru bisa menghabiskan dana hingga 100 triliun), Komando Teritorial ini juga sekedar menjadi alat untuk mengawasi rakyat, mengontrol aspirasi politik rakyat (terutama saat pemilihan umum) ataupun menjadi sumber pelanggaran hak asasi manusia (menurut laporan Komnas HAM tahun 2010 sampai Maret 2011, terdapat 88 kasus indikasi pelanggaran HAM, yang melibatkan baik personil, staf, maupun institusi komando teritorial)
    Sistem yang Mengontrol Pikiran

    Namun cara yang paling penting untuk mempertahankan sistem kapitalisme bukan angkatan bersenjata atau parlemen, malahan struktur kontrol pikiran orang. Kapitalisme mengajarkan agar orang tidak berpikir.

    Sistem pendidikan mengajarkan rakyat agar menaati wewenang dan tunduk pada aturan, dan media massa berusaha supaya ajaran ini tidak dilupakan. Yang diajarkan di sekolah hanya supaya murid-murid menjadi buruh yang efisien, mengerti bagaimana menghitung dan membaca. Kesadaran tentang bagaimana masyarakat bergerak dianggap tidak dibutuhkan kecuali agar mengerti rantai komando. Sekolah “memperbaiki” rakyat supaya sesuai dengan sistem. Maksudnya, kalau rakyat ikut sekolah yang “baik”, rakyat diajar bagaimana dapat mensukseskan diri atau setidaknya diberi ilusi serupa. Tujuan sistem pendidikan lebih merupakan indoktrinasi daripada pendidikan, untuk menjamin nilai-nilai kapitalisme, persaingan dan kepatuhan menjadi kebiasaan.

    Kita tidak diajari supaya mampu berpikir secara mandiri atau mempunyai pendapat diri sendiri. Memiliki pendapat adalah peranan dari media massa. Media massa dimiliki dan dikuasai oleh orang kaya. Di Australia, hanya sedikit orang kaya namun memiliki hampir semua koran, stasiun televisi dan radio.

    Di Indonesia media massa dikuasai oleh 12 pemilik modal besar.[5] Mereka adalah MNC Group, Kelompok Kompas Gramedia, Elang Mahkota Teknologi, Visi Media Asia, Grup Jawa Pos, Mahaka Media, CT Group, Berita Satu Media Holdings, Grup Media, MRA Media, Femina Group dan Tempo Inti Media. Ditambah dengan Bisnis Indonesia Group (Harian Bisnis Indonesia, Majalah Business Weekly), Solopos/Radio, Bali TV (Bali TV dan 10 TV Lokal), Pos Kota Grup (Jakarta dan Koran Rakyat), Pikiran Rakyat Group (penguasa Jawa Barat), termasuk grup online baru: Kapanlagi.com dan merdeka.com.

    MNC Group di bawah HT memiliki tiga kanal televisi juga 20 jaringan televisi lokal dan 22 jaringan radio di bawah Sindo Radio. Grup Jawa Pos di bawah Dahlan Iskan memiliki 171 perusahaan media cetak termasuk Radar Group. KOMPAS, surat kabar paling berpengaruh ini sekarang ekspansi dengan mendirikan penyedia konten yaitu KompasTV, di samping 12 penyiaran radio di bawah Radio Sonora, dan 89 perusahaan media cetak lainnya. Visi Media Asia telah memiliki dua saluran televisi (ANTV dan tvOne) serta media online yang berkembang dengan pesat vivanews.com. Sebuah perusahaan media di bawah Grup Lippo yakni Berita Satu Media Holding, telah mendirikan Internet Protocol Television (IPTV) BeritaSatu TV, kanal media online beritasatu.com dan juga memiliki sejumlah suratkabar dan majalah.

    Tidak perlu dipertanyakan lagi bagaimana sebagai contoh, HT memanfaatkan MNC Group, ARB dengan Viva Groupnya serta Surya Paloh dengan Media Group menggunakan media massa milik mereka untuk menaikkan profil dan propaganda politik mereka. Demikian juga bagaimana media massa saling menghajar dengan membongkar berbagai borok (korupsi, skandal ataupun kebodohan) lawan politik mereka sementara menyembunyikan kebobrokannya sendiri.

    Setiap pemimpin redaksi dan pengawas program televisi dan radio diangkat oleh dewan perusahaan. Kemudian pemimpin redaksi mengangkat utusan dan kepala departemen. Semuanya dilakukan supaya menjamin media masa melaksanakan peranannya – untuk kepentingan stabilisasi sistem kapitalisme. Maka yang disebarkan media massa hanya pendapat yang sesuai dengan kepentingan para pemilik modal.

    Tidak mungkin pembunuhan seorang petani miskin oleh tentara AS disiarkan di televisi. Malah yang kita tonton hanya petani-petani yang mencoba membela diri yang kemudian disebut melakukan penyerangan. Ketika tentara AS tewas disebut pembunuhan sedangkan ketika rakyat miskin ditembak atau dibom disebut “kerugian tambahan” (collateral damage). Demikian media massa di Indonesia kompak untuk tidak meliput mogok kawasan kaum buruh dalam menolak kenaikan harga BBM 2013. Media massa menyingkirkan dan memisahkan rakyat. “Penonton” televisi hanya melihat dunia melalui sinetron atau film seri AS seperti Dallas, yang mempromosikan nilai-nilai kapitalisme. Teknologi informasi yang mampu menggabungkan orang, mampu membantu kesadaran di antara kebudayaan masing-masing, yang mampu mendorong kreativitas, digunakan hanya untuk membodohi rakyat.


    __________________________

    [1] Sumber dari Dokumen Tambahan Berita Negara (TBN) LHKPN KPK kurun waktu 2001-2007. Lihat di http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/24/100-pejabat-terkaya-vs-37-juta-rakyat-miskin-di-republik-indonesia-366910.html dan http://politik.kompasiana.com/2013/08/25/mengapa-pejabat-kaya-kaya-tapi-rakyat-masih-banyak-yang-miskin-586946.html

    [2] http://www.tempo.co/read/news/2013/08/22/078506449/Ini-Daftar-Lengkap-Kekayaan-Jenderal-Moeldoko

    [3] Toer, Pramoedya Ananta, dkk, Kronik Revolusi Indonesia: Jilid IV (1948), Jakarta: KPG, 2003, hlm. 439-440

    [4] http://www.hrw.org/sites/default/files/reports/indonesia0110ba.pdf

    [5] Banyak diambil dari Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S, Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia), 2012. Laporan Bermedia, Memberdayakan Masyarakat: Memahami Kebijakan dan Tatakelola Media di Indonesia melalui Kacamata Hak Warga Negara, Riset kerjasama antara Centre for Innovation Policy and Governance dan HiVOS Kantor Regional Asia Tenggara, didanai oleh Ford Foundation. Jakarta: CIPG dan HIVOS. Serta http://www.satudunia.net/system/files/Konglomerasi%20Media%20di%20Indonesia-SATUDUNIA-ITEM.pdf


    Selanjutnya baca:
    Mengapa Kapitalisme Menindas Kaum Perempuan (8)
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan PPRI. Kami berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.
    Untuk saran, koreksi dan hak jawab, pengiriman press rilis, artikel, photo, silahkan mengirimkan email ke: infoppri2015@gmail.com

    Item Reviewed: Bagaimana Klas Berkuasa Menguasai? Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top