Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI), Photo: Istimewa |
Buruh dan Rakyat Bangun Partai Sendiri Tanpa Elit!
Demokrasi Sebesar-besarnya Bagi Rakyat!
Pemerataan Distribusi Kekayaan Nasional Bagi Kesejahteraan Seluruh Rakyat!
Mayday Sebagai Hari Perjuangan Rakyat Tertindas
Diberlakukannya 1 Mei (Mayday) sebagai hari libur nasional boleh jadi suatu hal yang positif bagi pengurangan jam kerja hasil dari perjuangan buruh Indonesia di tahun-tahun sebelumnya. Namun dengan diliburkannya 1 Mei, tidak berarti kaum buruh telah sejahtera dan perjuangan telah usai. Justru itu dapat berarti ditiadakannya hari perjuangan buruh internasional dan terlupakannya ribuan nyawa kaum buruh yang berkorban demi 8 jam kerja yang sekarang dinikmati kaum buruh. Jika kaum pemodal dan pemerintah berharap 1 Mei akan dilupakan sebagai hari perjuangan kaum buruh, maka itu tidak akan pernah terjadi selama buruh Indonesia masih belum sejahtera dan masih terus menyuarakan tuntutan-tuntutannya dalam setiap peringatan Mayday.
Namun bukan hanya buruh. Mayday di beberapa negara termasuk Indonesia juga sudah menjadi hari perjuangan rakyat yang tertindas dan termiskinkan oleh sistem hari ini. Ketika kaum buruh secara sosial terhubungkan dengan rakyat dan mendapatkan kenyataan-kenyataan tentang penindasan dan penderitaan yang tak jauh berbeda dari rakyat pada umumnya, kaum buruh telah juga menarik berbagai lapisan rakyat untuk berbaris dan berjuang bersama sebagai elemen rakyat yang tertindas. Untuk hal itu kita juga menganggap Mayday telah menjadi hari perjuangan rakyat tertindas secara internasional.
Membangun Partai
Apa yang cukup berbeda dari Mayday kali ini adalah kenyataan bahwa semakin banyak kaum buruh yang merasakan pentingnya membangun suatu alat/partai politik. Beberapa hari yang lalu, Gerakan Buruh Indonesia (GBI) yang merupakan gabungan organisasi-organisasi buruh telah menyatakan sikapnya untuk membangun partai politik. Hal ini tentu baik bagi kemajuan gerakan buruh, dimana perjuangan yang selama ini dilakukan kaum buruh selalu saja terbentur pada kebijakan-kebijakan politik yang hari ini masih dikuasai para pemilik modal.
Berharap pada partai-partai politik yang ada saat ini telah terbukti hanya membuahkan kekecewaan. Dan bagi kami, perjuangan ekonomi kaum buruh pada kenyataannya memang selalu berhubungan dengan perjuangan politik. Oleh karenanya pula, kami mendukung upaya pembangunan partai tersebut bagi perjuangan politik kaum buruh.
Namun bagi kami Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI), ada yang perlu ditekankan dalam pembangunan partai tersebut. Pertama sekali, partai yang akan dibangun tersebut tidaklah cukup diumumkan dan dikonsolidasikan diantara para pemimpin organisasi serikat, melainkan harus merupakan pekerjaan organisasi secara keseluruhan, dari tingkat atas sampai ke bawah, dalam arti merupakan pekerjaan anggota-anggota serikat buruh yang menyepakatinya. Kedua, partai tersebut bukanlah hanya diperuntukkan bagi kaum buruh, melainkan juga bagi rakyat umum yang sama tertindasnya dengan kaum buruh. Kaum buruh harus mengajak serta kaum tani, nelayan, miskin kota, pelajar dan pemuda dalam pembangunan partai tersebut. Ketiga, partai tersebut harus terbebas dari kepentingan elit-elit politik pemodal yang justru akan memundurkan perjuangan politik kaum buruh pada bentuk-bentuk penghianatan.
Untuk poin ketiga itulah kami menolak dan mengkritik sebagian organisasi buruh yang masih memberi ruang dan panggung kepada elit-elit politik, semisal yang akan dilakukan di Gelora Bung Karno (GBK) pada saat Mayday nanti. Hal ini sangat penting kami tegaskan, karena tidak akan ada perbaikan apapun yang dapat dilakukan partai yang akan dibangun tersebut jika hubungan dengan elit politik masih terus dipelihara dengan mesra. Hal itu karena terdapat arah dan kepentingan yang berbeda dari kaum buruh dan elit-elit politik yang terbiasa menunggangi buruh dengan slogan-slogan kerakyatannya namun absen dengan bukti.
Menentukan Arah Perjuangan Kaum Buruh
Bagi kami, membangun partai adalah upaya menghapuskan penindasan. Penindasan bagi kaum buruh selama ini terwujud dalam sistem kerja kontrak dan outsourcing, upah murah, PHK semena-mena, dan kondisi kerja lain yang menyulitkan kaum buruh untuk hidup layaknya manusia. Akhir-akhir ini saja, pemerintah dan kaum pemodal sedang berusaha untuk menerapkan suatu sistem penetapan upah 2 hingga 5 tahun sekali agar kaum buruh tidak mendapatkan upah yang sesuai dengan kenaikan harga-harga kebutuhan hidup. Pemerintah juga masih terus mempertahankan bahkan memperparah sistem kerja kontrak dan outsourcing yang memudahkan PHK dimana-mana, memudahkan intimidasi dan pemberangusan serikat buruh, serta melepaskan tanggung jawab kaum pemodal dan pemerintah dalam perlindungan terhadap kaum buruh.
Apalagi, dengan terus dibukanya pasar bebas baik regional ASEAN (MEA) maupun dunia, kaum buruh akan semakin terabaikan perlindungannya, dan semakin banyak lagi buruh migran Indonesia yang tidak terlindungi keselamatan dan kelayakan hidupnya saat bekerja di luar negeri. Sebelum dibukanya kran pasar bebas saja, telah ribuan buruh migran Indonesia yang mengalami penyiksaan dan kematian. Salah satunya adalah Nuraeni, seorang buruh perempuan yang mengalami penyiksaan di Kuwait dan sampai saat ini tidak dipedulikan oleh negara.
Disaat yang sama rakyat juga mengalami nasib yang tidak kalah menderitanya dengan kaum buruh: pengangguran, perampasan tanah, penggusuran tanpa perumahan yang layak, pendidikan dan kesehatan yang mahal, air bersih yang mahal, serta bertambah tingginya biaya hidup rakyat oleh karena subsidi yang terus-menerus dicabut. Beban hidup yang semakin berat itu dilengkapi dengan semakin terbatasnya ruang demokrasi bagi rakyat; yaitu kekerasan aparat negara (dan preman) terhadap rakyat, pemberangusan serikat buruh, penghambatan kebebasan berpendapat dan berekspresi dari ruang nyata sampai ke ruang maya (media sosial), serta bentuk-bentuk pembatasan ruang-ruang berpolitik bagi rakyat melalui paket UU Politik.
Dalam situasi tersebut, perjuangan kaum buruh yang hendak membangun partai politiknya harus pula semakin memperjelas arahnya. Dalam arti, jika partai didirikan untuk berkuasa dan memerintah, maka partai tersebut haruslah memiliki visi dan program yang mampu melewati berbagai rintangan dan menjawab masalah-masalah yang sedang dialami kaum buruh dan rakyat, sehingga dapat menjadi alternatif bagi rakyat.
Bagi kami, program mendesak adalah merubah tingkat hidup kaum buruh dan rakyat, baik dari segi kesejahteraannya maupun dari segi demokrasi dan kebebasannya. Sebagai negara yang memiliki kekayaan yang melimpah dan pendapatan perkapita yang mencapai 4 juta/bulan, Indonesia memiliki modal yang sangat cukup untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya. Hal itu hanya mungkin jika seluruh kekayaan nasional, baik aset-aset nasional maupun tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, dapat diabdikan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini juga berarti pemberantasan korupsi di setiap level aparatur negara dan penyitaan hasil-hasil korupsinya bagi kepentingan rakyat.
Bersamaan dengan itu, ruang demokrasi yang selama ini dikangkangi demi kepentingan para pemodal, harus diberikan sebesar-besarnya bagi rakyat. Semua larangan dan hambatan dalam berkumpul, berorganisasi dan berpendapat harus dicabut, agar kontrol rakyat terhadap negara dan aparaturnya semakin dapat terwujud.
Demikian pernyataan PPRI dalam Mayday kali ini, untuk terus menyerukan kepada seluruh buruh dan rakyat agar memperingati Mayday tahun ini dengan semangat perjuangan yang tak kenal lelah!
Buruh Berkuasa Rakyat Sejahtera!
Jakarta, 27 April 2015
Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI)
Ditunggu komentarnya...
ReplyDelete