PPRI - Rachmat sangat lah penting, dalam arti: sebagai penggerak utama (driving force), aspek-aspek positif, harta karun senjata perjuangan untuk mendapatkan rachmat-rachmat berikutnya, dan untuk meminimalkan bahkan melenyapkan aspek-aspek negatif perjuangan; selain itu, juga untuk meneliti petunjuk (hidayah) yang ada dalam rachmat.Janganlah kau berputus asa terhadap rachmat (Allah). Karena, bila kau demikian, maka kau termasuk golongan orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr: 56).
Sesungguhnya di dalam rachmat itu ada hidayah. Banyak sekali rachmat yang telah kita dapat sampai sekarang ini, antara lain: Secara organisasi:
1. Semakin banyak kaum buruh yang terlibat dalam organisasi serikat buruh, baik di tingkat pabrik (PUK) maupun hingga ke tingkat federasi dan konfederasi;
2. Semakin bertambah kaum buruh yang dapat menilai baik-buruk serikatnya sendiri, sehingga beberapanya berpindah serikat atau mendirikan serikatnya sendiri;
3. Semakin berkembangnya organisasi kaum buruh yang ber-aliansi sesama serikat buruh atau dengan organisasi-organisasi non-buruh;
4. Semakin meluasnya jangkauan wilayah organisasi serikat buruh dan aliansi tersebut;
5. Dan lain sebagainya.
Secara politik dan kampanye:
1. Semakin maraknya aksi-aksi kaum buruh, baik di tingkat pabrik, tingkat kawasan Industri, tingkat kabupaten maupun nasional;
2. Pernah mengalami perluasan dan penguatan aksi solidaritas (gerudug) di kawasan industri maupun antar-kota (atau antar-kawasan idustri). Dan hal itu sekarang sedang diperkuat kembali;
3. Mulai mengenal dan pernah melakukan konsolidasi rapat akbar (vergadering), baik di tingkat pabrik, tingkat kabupaten, maupun tingkat nasional;
4. Kaum buruh mulai terlibat dalam politik, apakah dalam bentuk menuntut tanggung jawab negara, maupun ketika terlibat dalam pemilu/pemilukada;
5. Di beberapa tempat dalam kadar tertentu, mulai sanggup melawan aparat, preman, dan milisia reaksioner;
6. Mulai menggunakan media komunikasi modern—seperti media sosial dan media massa—untuk kampanye, konsolidasi dan belajar;
7. Dan lain sebagainya;
Secara kesadaran:
1. Pernah berkembang dan meluasnya kesadaran solidaritas di kalangan kaum buruh baik di pabriknya maupun antar-pabrik, antar-pabrik, antar-kawasan dan anata-wilayah. Dan ini dirasakan besar manfaatnya bagi perjuangan sehingga sekarang mulai diperkuat dan diperluas kembali;
2. Mulai ada kesadaran untuk berkonsolidasi dalam bentuk modern—seperti rapat akbar (vergadering)—baik di tingkat pabrik, antar-pabrik, antar-kawasan, antar-wilayah, dan nasional;
3. Mulai tumbuh kesadaran solidaritas terhadap sektor-sektor kaum miskin lainnya (non-buruh) seperti tehadap kaum tani, kaum miskin kota dan lain sebagainya;
4. Semakin sadar bahwa pengusaha sangat didukung oleh negara, aparat, preman dan milisia reaksioner;
5. Tumbuh semangat untuk belajar selain masalah-masalah perburuhan, seperti masalah-masalah ekonomi makro dan politik;
6. Tumbuh juga kesadaran bahwa faktor politik tidak bisa dilepaskan dari masalah-masalah perburuhan dan masalah-masalah rakyat lainnya;
7. Mulai menghargai media bacaan terutama media sosial untuk mengungkapkan masalah-masalahnya, maupun untuk berkonsolidasi dan belajar;
8. Mulai mau melakukan penilaian baik-buruknya kepemimpinan organisasinya, dan berupaya mandiri serta berkepribadian sehingga mulai tumbuh kebebasan untuk mendirikan serikat buruh sendiri atau keluar dari oragnisasi lamanya untuk mendirikan serikat sendiri atau bergabung dengan serikat lainnya yang dinilainya lebih baik;
9. Mulai tumbuh pentingnya persatuan bagi perjuangan dalam bentuk aliansi yang lebih permanen atau dalam bentuk komite-komite ad hoq (sementara);
10. Dan lain sebagainya.
Aliansi Jawa Barat
Aliansi Jawa Barat adalah organisasi persatuan yang melibatkan organisasi buruh maupun non buruh, yang mencakup wilayah Jawa Barat Bekasi, Karawang, Purwakarta, Sukabumi, Bandung, Cirebon, dan Garut. (Dan, dalam waktu dekat, memiliki potensi akan berkembang ke Bogor, Tangerang, Banten, dan Jakarta).
Aliansi Jawa Barat juga mendapat dukungan organisasi-organisasi persatuan lainnya seperti Aliansi Besar Karawang (ABK) (organisasi persatuan kaum buruh, kaum tani dan kaum miskin kota) dan Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) (organisasi persatuan kaum buruh, kaum tani, kaum miskin kota, serikat buruh migran, kaum mahasiswa dan lainnya, yang memiliki jangkauan nasional).
Selain itu, Aliansi Jawa Barat juga didukung oleh beberapa Non-Goverment Organization (NGO), baik yang bergerak dalam masalah buruh, media, advokasi, dan HAM. Selain itu, unsur-unsur dalam Aliansi Jawa Barat juga telah berhasil memberikan kesadaran dan mendorong terbentuknya PUK-PUK baru atau membantu mereka yang hendak memisahkan diri dari organisasi lamanya untuk membentuk serikat baru.
Beberapa unsur dari Aliansi jawa Barat juga sudah memiliki akses kepada organisasi-organisasi solidaritas internasional atau atau (akan) tergabung dalam organisasi-organisasi internasional. Juga, beberapa unsur Aliansi Jawa Barat juga sudah memulai mengembangkan organisasi unit usaha dan kesejahteraan. Dan lain sebagainya.
Aliansi Jawa Barat juga sudah berhasil mengkampanyekan dan memenangkan tuntutan untuk membatalkan Perda Jawa Barat No.6 Tahun 2014. Selain itu, unsur-unsur dari Aliansi Jawa Barat juga telah berhasil membebaskan ribuan buruh kontrak menjadi buruh tetap. Liputan terhadap Aliansi Jawa Barat juga mulai bertambah baik di media sosial, situs-situs, dan media elektronik dan media cetak.
Pertemuan-pertemuan Aliansi Jawa Barat juga semakin sering, seksama dan semakin berkualitas - misalnya mulai mengkritisi kehidupan politik, mengkritisi Undang-Undang yang ada baik tentang perburuhan maupun HAM dan yang lainnya.
Aliansi Jawa Barat juga mulai meningkatkan kadar kualitas tuntutan legal advokasi litigasi nya dengan mengajukan Judisial Review dan Eksekutif Review, bahkan mengajukan draft PERDA. Dan lain sebagainya.
Aliansi Jawa Barat juga mulai menghargai pentingnya pendidikan, baik pendidikan mengenai perburuhan, Undang-Undang, peraturan-peraturan, ekonomi makro, politik, teknikal dan lain sebagainya. Sehingga peningkatan kesadaran akan profesionalisme bisa memiliki landasannya.
Itulah juga mengapa kesadaran akan solidaritas semakin berkembang walaupun masih sebagian besar didominasi oleh kesadaran solidaritas sesama buruh—masalah buruh kontrak; dan kesadaran ekonomis lainnya. Penekanan terhadap profesionalisme itulah juga yang mengembangkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah dalam merencanakan siasat-siasat perjuangannya.
Yang paling menggembirakan adalah meningkatnya kesadaran akan persatuan sehingga lebih ringan dalam melibatkan diri dalam persatuan, dengan pertimbangan bahwa lawan-lawan mereka hanya akan bisa dikalahkan oleh persatuan.
Juga menggembirakan adalah kesadaran politiknya juga berkembang walaupun sebagian besar masih dalam kadar menuntut masalah-masalah perburuhan kepada negara. Itulah rachmat-rachmat yang telah dimiliki oleh Aliansi Jawa Barat.
Kelemahan Aliansi Jawa Barat adalah terutama dalam hal organisasi, pendidikan, serta bacaan. Dalam hal organisasi, Aliansi Jawa Barat di tingkat kota maupun di tingkat provinsi belum memiliki sekretariat—bukan dalam makna kelembagaan tapi dalam makna sekretaris—yang akan mengkoordinasikan jadwal reguler/rutin pertemuan-pertemuannya untuk menentukan program/agenda, siasat, dan manajerial untuk mewujudkannya.
Selain itu, agenda reguler/rutin pendidikan dan bacaan yang sistimatis di tingkat kota dan provinsi, baik dalam hal perburuhan maupun ekonomi makro dan politik, belum dijadwalkan.
Rekomendasi
1. Memilih sekretaris—selain Juru Bicara sebagaimana yang diusulkan dalam pertemuan Aliasi Jawa Barat yang pertama di Bekasi—tingkat kota dan tingkat provonsi;
2. Mengagendakan pendidikan-pendidikan dan penyebaran-penyebaran bacaan secara rutin dan sistimatis.
Catatan:
1. Tugas mendesak gerakan buruh adalah menguatkan kembali dukungan akar buruh dengan mengangkat masalah-masalah nyata yang benar-benar dirasakan secara luas oleh kaum buruh--terutama yang bisa didorong menjadi kekuatan politik massif, yakni kepastian kerja, alias pembebasan buruh outsourching dan buruh kontrak. Dan tindakannya tidak sekadar di tingkatan atas dengan menuntut kepada lembaga-lembaga negara tanpa syarat membangkitkan kembali dukungan massa buruh yang sudah menurun, namun juga harus simultan (bersamaan) dengan gerakan pembebasan di tingkat pabrik, antar-pabrik, dan antar-kawasan serta antar-wilayah secara serentak.
Bisakah itu dilakukan (seperti dulu)? Massa kaum buruh akan menjawab: "Ya, kami sudah siap dan bisa, bila bentuk gerakannya adalah kesatuan solidaritas." Namun, itu tak akan bisa terwujud bila pimpinan-pimpinan serikatnya penakut dan makan suap, sehingga bentuk-bentuk aksi sekarang ini akan sekadar jadi pencitraan yang tak akan menghasilkan dukungan massa kaum buruh yang luas (lagi).
Dan apakah massa kaum buruh bisa keluar dari cengkraman (birokrasi) pimpinan-pimpinan buruh yang penakut, makan suap, inimidatif dan tidak demokratik? Bisa, bila pribadi-pribadi kaum buruh memiliki kepribadian untuk mengambil keputusan sendiri guna berhimpun (berkonsolidasi), meninggalkan pimpinan-pimpinannya yang busuk (dimulai dari tingkat pabrik), dan mencari jalan tandingan (alternatif).
Cukup sudah, sudah terlalu lama kita ditipu dan dipermainkan oleh pimpinan-pimpinan kita yang tidak amanah dan tidak istiqomah!
2. Sebagian besar buruh manufaktur atau buruh formal adalah buruh kontrak. Dan sebagian besar buruh kontrak dipekerjakan dengan melanggar Undang-Undang - terutama dalam hal penempatannya. Buruh kontrak sangat berkepentingan membebaskan dirinya demi jaminan kerja. Bila dapat diolah dengan baik, maka api atau basis kekuatan pergerakan buruh itu ada didiri buruh kontrak. Pembebasan buruh kontrak akan memberikan kekuatan yang dahsyat bagi pergerakan buruh - sebagaimana ketika militansi buruh outsourcing meledak setinggi-tingginya saat dibebaskan. Tinggal bagaimana mereka diberi pendidikan meluas tentang arah pergerakan.
Sekali basis kekuatan buruh kontrak dapat dihimpun, diberi pendidikan, dan digerakan (dimobilisasi), maka jalan untuk menuntut kesejahteraan atau hak politik yang lebih tinggi--seperti jaminan pensiun; kenaikan upah yang benar-benar layak; tunjangan keluarga yang lebih layak; kesehatan dan pendidikan gratis, bahkan perubahan UU Pemilu yang tidak demokratik dan diskriminatif, dan lain sebagainya - akan lebih mudah dimenangkan.
Kita lihat misalnya gerakan buruh Brazil pada awal tahun 70an yang bisa mengurus, menghimpun dan mendidik kekuatan nyata basisnya sehingga bisa memimpin sektor masyarakat lain seperti kaum mahasiswa, kaum agama, kaum petani, kaum perempuan, kaum cendikiawan, kaum miskin kota, dan lain-lainnya, juga kemudian bisa mengubah UU pemilihan Presiden menjadi langsung, dan akhirnya berhasil memenangkan mayoritas perwakilan buruh dalam pemilihan legislatif dan menjadikan Lula (yang hanya sekolah sampai kelas 4 SD), aktivis buruh, menjadi presiden.
Jadi, bebaskanlah dahulu buruh kontraknya, bukan didahulukan tuntutan lain seperti jaminan pensiun atau yang lainnya tanpa kekuatan yang (harus) besar - yang ada dalam diri buruh kontrak. Apalagi bila ada pertanyaan dari buruh kontrak: apakah buruh kontrak, yang sebagian besar diperkerjalan antara 1-2 tahun, dapat memperoleh jaminan pensiun?
3. Pendidikan ekonomi-politik bertujuan untuk menjawab - dalam pikiran dan tindakan--pertanyaan pokoknya: mengapa terjadi ketidakadilan dalam semua aspek kehidupan dan bagaimana mengubahnya.
Selain itu, saling membantu menciptakan karakter buruh yang: rendah hati (jujur dan terbuka secara intelektual atau tidak Ujub), berani, sayang kawan, sayang rakyat, militan dalam belajar dan berjuang, serta menghargai teknologi dan pengetahuan.
Ditulis Oleh Danial Indrakusuma
0 komentar:
Post a Comment
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan PPRI. Kami berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.
Untuk saran, koreksi dan hak jawab, pengiriman press rilis, artikel, photo, silahkan mengirimkan email ke: infoppri2015@gmail.com