Pengorganisasian massa, Photo: istimewa |
Oleh: Resume Diskusi Komite Politik Rakyat Miskin-Partai
Rakyat Demokratik
Landasan
Pengorganisiran massa agar menjadi kekuatan
revolusi—menghancurkan musuh, merebut kekuasaan, mendirikan dan mempertahankan
kekuasaan baru—adalah pekerjaan membangun massa sadar yang terorganisir
dan berkekuatan. Makna massa sadar harus dilihat dalam dua (2) pengertian:
secara kognitif (kesadarannya) dan secara politik (tindakannya untuk berjuang).
Massa sadar yang bertindak sebagai atau dalam pengertian kader, adalah massa
maju yang berjuang membangkitkan dan berjuang bersama massa rakyat yang lain.
Kader menjadi bagian dari setiap perlawanan massa, memajukan politik perlawanan
tersebut, dan terus memperluas/memperbanyak massa maju atau kader lainnya di
antara massa berlawan tersebut. Di sinilah pengertian kader sesungguhnya,
sebagai kader revolusioner, yaitu selalu tidak pernah dan tidak bisa dipisahkan
dari perjuangan massa—sehingga berbeda dengan aktifis salon (menara gading)
(yang tidak berada di tengah massa berjuang), ataupun pekerja sosial (yang
tidak untuk memajukan massa (secara kognitif dan tindakan).
Pengertian kader dan pengorganisiran massa sebagaimana
dijelaskan di atas adalah pengertian yang sekaligus menjawab pertanyaan: bagaimana
kader tumbuh bersama kesadaran massa (yang masih masih reformis) dan
memajukannya (menjadi revolusioner), sehingga batas kesadaran kader dengan
kesadaran massa semakin menipis? Dengan demikian, pekerjaan membangun revolusi,
dalam makna mendirikan pemerintahan rakyat (untuk memerintah dirinya sendiri)
memiliki landasan nyatanya—nyata, benar-benar, sanggup mendirikan pemerintahan
rakyat sendiri—karena massa telah memiliki kesadaran yang maju, memadai untuk
mendirikan pemerintahannya sendiri. Kalaupun masih ada jarak antara kesadaran
kader dengan massa, semakin hari jarak tersebut harus semakin menipis dengan
semakin memajukan kesadaran massa. Saat perlawanan massa semakin meningkat dan
meluas—itu artinya kesadaran dan tindakan (politik) massa sedang meningkat dan
meluas—partai seharusnya dibuka untuk massa. Tapi itu bukan berarti organisasi
revolusioner melepaskan kreteria-kreteria dalam rekruitmennya, bukan berarti
melemahkan syarat-syaratnya namun, pengertiannya adalah: secara organisasional
partai harus peka dan dapat dengan segera mewadahi massa yang kesadaran dan
tindakan (politik)nya sudah/sedang maju/berkembang.
Pengorganisiran massa dan radikalisasi tiga bulanan
kepentingannya adalah untuk memajukan dan menguji kesadaran serta tindakan
(politik) massa—sehingga semakin dekat dengan pengertian kader. Bisa saja
dibuat dua (2) atau empat (4) bulanan, tidak masalah, namun harus ada
landasannya. Pengalaman sehari-hari kami berada di tengah massa memberikan
pengertian, dan sepenuhnya maklum bahwa: sekalipun massa telah sanggup menerima
propaganda tentang revolusi, namun belum tentu massa tersebut
siap bertindak memperjuangkannya—apalagi bila kwantitas massanya belum memadai,
sehingga memang tindakan (politik) massa tidak boleh terlalu maju. Dalam situasi
kontradiksi yang semakin tajam akibat meluasnya persoalan rakyat—terutama
persoalan-persoalan mendesak yang gamblang terasa dan terlihat di depan mata
oleh rakyat—hal terpenting dalam tahap awal menuju revolusi
adalah bagaimana segala keresahan tersebut diorganisir (baca: disadarkan
dan dimobilisasi) menjadi tindakan politik massa yang rapi, menjadi
mobilisasi menuntut, serendah apapun isu yang sanggup dan akan diperjuangkan
oleh rakyat. Mobilisasi tersebut merupakan wujud kongkrit, wujud nyata
kesanggupan rakyat untuk memperjuangakan kepentingannya, ideologinya, yang
tumbuh dari kesadarannya, atau merupakan tindakan (politik) utama yang
menunjukkan dan menguji kekuatan rakyat sendiri. Bersamaan dengan
mobilisasi atau tindakan politik tersebut, semakin hari juga harus dipastikan
adanya peningkatan kesadaran dalam politik massa. Dan sekalipun radikalisasi
atau mobilisasi tiga bulanan ini dilakukan secara bertahap, namun bukan berarti
dalam pekerjaan penyadaran massa kita tidak boleh memberikan kesadaran tentang
seluk beluk revolusi—baik dalam pengertian ideologinya, politiknya dan
organisasinya; dalam pekerjaan menyadarkan massa, sedapat mungkin, kita tidak
boleh menahap-nahapkan isian kesadaran tentang
revolusi. Sehingga, walaupun massa sedang memperjuangkan tuntutan reformis,
namun massa akan sadar bahwa perjuangan tersebut masih merupakan perjuangan
reformis, belum revolusioner; itulah yang dinamakan kompartemen kesadaran
revolusioner dalam lautan perjuangan reformis—yang secara bertahap, sesuai
dengan syarat perluasan kesadaran revolusioner dan kwantitas massanya, akan
berderap menuju revolusi. Kompartemen revolusioner tersebut—baik dalam
pengertian kesadarannya, maupun para pekerja/aktivisnya—harus semakin meluas
menutup/merubah kesadaran dan tindakan (politik) reformis.
Pengertian revolusi secara mudah bisa diartikan sebagai
perubahan tiga hal pokok, yakni: 1)
peningkatan tenaga produktif (force of production); bahwa peningkatan
kemakmuran (yang berdialektik, berkait-berkelindan) dengan perubahan budaya
(baca: nilai-nilai baik) dan sebagainya memiliki dan tergantung pada landasan
tenaga produktif; 2) Perubahan hak milik atau transformasi pemilikan; 3)
Perubahan kesadaran massa, terutama kesadaran untuk memerintah dirinya sendiri
(transformasi dari demokrasi perwakilan ke arah demokrasi langsung). Dengan
demikian, sosialisme (yang tenaga prodiktifnya dapat melimpahkan kemakmuran dan
pemilikannya adil) justru memberikan landasan material bagi peningkatan potensi
manusia sampai ke tingkat ke individu, yang sebelumnya potensi (individu) tidak
bisa berkembang karena landasan materialnya telah dirampas oleh
pemilik/penguasa tenaga produktif. Potensi (semua) individu untuk
menjadi dirinya sendiri akan sanggup dikembangkan.
Oleh karenanya perjuangan kognitif (kesadaran) harus
disatukan dengan tindakan perjuangannya/pemwujudannya. Dan agar kesadaran lebih
mudah dapat didorong menjadi tindakan perjuangannya/pemwujudannya, maka kita
bisa berangkat dari persoalan mendesak rakyat, dari tuntutan-tuntutan darurat
rakyat, dari persoalan yang kasat mata dilihat dan dihadapi rakyat.
Situasi sekarang, karena terus menerus terjadi
peningkatan dan perluasan penderitaan rakyat, mengakibatkan meluasnya lautan
kesadaran ekonomis (reformis) di kalangan rakyat. Bahkan kesadaran reformis
tersebut ada yang belum menjadi tindakan perlawanan; kalaupun ada perlawanan,
yang semakin hari semakin meningkat kwantitas dan kwalitasnya, namun masih
belum terorganisir secara nasional dan masih belum bersatu, terpecah-pecah.
Kesadaran rata-rata massa adalah kesadaran reformis, ekonomis, dan itu
merupakan realita yang harus diakui (untuk diatasi atau dimajukan, bukan
disalahkan atau ditinggalkan). Kita tidak boleh idealis: mengharapkan kesadaran
sosialis akan dengan mudah diterima dan diperjuangkan massa, atau datang (dari
langit) dan muncul (dari bumi) dengan sendirinya. Lautan kesadaran reformis
tersebut harus disimpulkan penyebab kongkritnya, sehingga bisa ditemukan bagaimana mengobatinya agar menjadi kesadaran
revolusioner dan dapat dimobilisasi untuk memperjuangkan ideologi serta
kepentingannya (bahkan tuntan reformis/mendesak sekalipun). Bagaimana
menghadapi dan mengatasi kenyataan kesadaran reformis tersebut, apakah hanya
kita didik terus sampai mereka paham? Ya bisa saja, tapi lebih lama menyerapnya.
Contohnya, pembangunan Taman Siswa (dalam pandangan kolonial Belanda adalah
sekolah-sekolah liar) yang didirikan Ki Hajar Dewantara. Apabila tidak
diletakkan dalam gerak perlawanan atau tindakan politik massa, maka
pendidikan-pendidikan tersebut akan lebih sulit membangun massa sadar karena
perjuangannya tidak menjadi nyata dirasakan dan disaksikan oleh massa sendiri.
Kesadaran akan tuntutan reformis tersebut didorong (baca:
diorganisir) menjadi tindakan (baca: mobilisasi) politik massa (yang meluas,
membesar dan menguat) dalam memperjuangkan tuntutan-tuntuannya (ekonomis sekalipun), berupa
mobilisasi-mobilisasi massa yang menuntut. Wadah-wadah rakyat yang bertujuan
untuk menuntut harus terus menerus diperluas dan disatukan, bahkan persoalan-persoalan
mendesak (dan tidak mendesak) lainnya yang belum jelas bagi rakyat harus
diungkapkan dan ditunjukan kepada massa (saking banyaknya persoalan, sehingga
kadang saling tumpang-tindihnya tak terlihat, tak kasat mata, misalnya:
pengamen yang selalu diburu trantib bisa lalai atas persoalan kesehatan dan
pendidikan anaknya; dan sebagainya). Segala persoalan mendesak rakyat ini harus
terus diolah menjadi basis perlawanan rakyat. Rakyat harus bergerak untuk
menuntut atau memperjuangkan kesejahteraannya, dengan metode proletar dalam
bentuk: aksi massa.
Tapi harus diingat, setiap perlawanan ekonomis dan
reformis tersebut tidak boleh dilepaskan dari kompartemen sosialisme dan
kesadaran sejati. Massa sadar atau kader sosialis harus terus menjadi bagian
dari setiap gerak massa ekonomis ini. Kompartemen sosialis tersebut harus
membesar dan terus membesar, walaupun awalnya kecil. Tidak boleh seperti
piramid; tidak boleh dibiarkan massa yang maju tidak membesar atau mengerucut.
Apa tugas kompartemen sosialis tersebut? Selain menjadi kekuatan termaju dalam
mewujudkan kesadaran ekonomis massa menjadi tindakan politik (dalam isu yang
paling diterima massa), tugas kader revolusioner tersebut sejak awal adalah
mengisi tuntutan-tuntutan reformis tersebut dengan pengertian sejati
(menjelaskan kaitannya dengan sistim kapitalisme), terus menerus menjelaskan
penyelesaian revolusioner yang sesejati-sejatinya yang dibutuhkan rakyat
sebagai jalan keluar bagi berbagai masalah yang dihadapinya. Walaupun wujudnya
tetap tindakan (politik) reformis, tidak masalah, harus diterima sebagai
kenyataan, sebagai cerminan kesadaran massa pada waktu sekarang. Karena itulah
kita bisa berangkat dari kesadaran tuntutan reformis, yang akan didorong
menjadi tindakan politik. Tapi sejak awal massa juga harus tahu bahwa jalan
keluar sejatinya tidak bisa reformis, atau hal itu saja belum cukup. Jadi,
rakyat tahu bahwa tuntutan tersebut hanya untuk sementara (sebelum kesadaran
dan kwantitas massanya memadai), atau sekadar mengurangi kesulitan sehari-hari
rakyat. Propaganda kaum revolusioner harus ditransfer menjadi pemahaman massa,
walaupun perjuangannya masih seperti itu (masih reformis, masih berupa sekadar
tuntutan yang bisa jadi dipenuhi pemerintah), atau belum sekaligus
menyelesaikan semua masalah (karena penyelesaiannya belum ke akarnya)
karena revolusi belum memadai
syarat-syaratnya. Oleh karena itu, kesadaran massa harus diisi oleh pemahaman
bahwa perjuangan reformis sekarang ini bukanlah akhir dari segalanya, atau
perjuangan sekarang ini merupakan bagian
dari suatu tahap dari arah revolusi. Karenanya, arah revolusi harus
dijelaskan kepada massa secara lugas, gamblang, jelas dan kongkrit, dapat
dimengerti rakyat. Massa harus sadar bahwa: seandainya pun
negara/pemerintah (atau pihak yang dituntut lainnya) memenuhi sebagian atau
seluruh tuntutan reformis tersebut, namun hal tersebut hanyalah merupakan kemenangan
kecil karena desakan rakyat, dan sebagai bagian utnuk mendapatkan
kemenangan sejati. Dan yang terpenting: mobilisasi massa tersebut
bukanlah sekadar untuk menekan (bargain terhadap) negara/pemerintah
(atau pihak yang dituntut lainnya); namun juga untuk memberikan contoh
pada rakyat (terutama yang tidak berlawan) bahwa rakyat bisa memiliki
kekuatannya sendiri, bahwa berjuang itu tidak mustahil, bahwa rakyat bisa
memperjuangkan ideologi dan kepentingannya sendiri dengan kekuatannya sendiri,
dengan politiknya sendiri—salah satunya, yang terpenting dan paling
ampuh: dengan metode proletar; mobilisasi (aksi) massa. Sedangkan politik
menekan, politik bargain dengan kekuatan rakyat tapi hanya untuk
kepentingan kelas lain (misalnya hanya untuk memperkuat tawar menawar terhadap
elit atau kelompok/partai lain, untuk bersekutu dengan elit atau
kelompok/partai lain, dan sebagainya) ADALAH SALAH—bahkan bisa melemahkan
keyakinan rakyat atas kekuatannya sendiri. Politik bargain yang salah
tersebut sekarang telah menjadi penyakit yang menghinggapi organisasi gerakan,
dan tidak boleh dibiarkan.
Agar mewujud menjadi mobilisasi—dengan sebelumnya ada
proses (tahapan) investigasi dan peningkatan kesadaran massa—maka sebelumnya
harus ada kesanggupan dari organisasi revolusioner untuk mewadahi massa. Lautan
kesadaran reformis massa tersebut, yang selalu ada di sebagian besar tempat
karena selalu ada himpitan persoalan mendesak yang dihadapi rakyat, harus bisa
‘ditangkap’, harus bisa diwadahi terlebih dahulu. Pewadahan tersebut akan
memudahkan proses tiga bulanan dijalankan di tengah subjektif organisasi yang
masih kecil. Pewadahan tersebut bisa dilakukan dengan berbagai bentuk dan
berbagai cara terutama, tentu saja, lagi-lagi, berangkat dari kebutuhan
mendesak massa sekitar yang sudah diinvestigasi dan disimpulkan. Misalnya
dengan mendirikan Posko Pembelaan Rakyat Miskin untuk Berobat Gratis, atau
Posko Pembelaan Rakyat untuk Mendapatkan Pendidikan Gratis, atau Posko
Pembelaan Rakyat untuk Mendapatkan BLT, atau Posko Pembelaan THR Buruh dan
sebagainya (kita harus jeli menginvestigasi dan menyimpulkannya).
Dengan posko tersebut massa akan diberanikan mengadukan persoalan-persoalannya,
dan posko tersebut dengan demikian mejadi penampung, wadah, bagi rakyat yang
mengadukan persoalan-persoalannya dan segera dibantu
memperjuangkannya—sehingga berkesempatan mendapat kepercayaan rakyat (apalagi
jika segera mendapat hasil seperti bisa mengobati rakyat miskin secara gratis
di rumah sakit). Bahkan dari keseriusan kita memperjuangkan saja—sekalipun
belum berhasil—memungkinkan kita mendapatkan kepercayaan massa. Dengan
selebaran dan alat-alat propaganda lainnya (kita harus kreatif menemukan
alat-alat atau cara-caranya) kita propagandakan (posko) bantuan
pembelaan/advokasi untuk mengurus persoalan-persoalan rakyat, agar bisa
membantu mewadahi massa (dalam kantung-kantung massa) yang akan memperjuangkan
persoalan-persolannya dengan program radikalisasi tiga bulanan.
BENTUK-BENTUK
KERJA
Bentuk Kerja dalam melaksanakan radikalisasi tiga bulanan
terdiri atas pekerjaan bertahap (dilakukan secara berurutan)
dan pekerjaan simultan atau bersamaan (dilakukan
secara bersamaan atau seiring dengan pekerjaan bertahap). Dalam
hitungan tiga bulan atau 90 hari, pekerjaan-pekerjaan tersebut adalah sebagai
berikut:
I. Pekerjaan Bertahap
1.
Investigasi (porsinya 10%
dari seluruh waktu pekerjaan yang 90 hari, atau 10% dari 90 hari, yakni 9 hari)
Investigasi adalah pekerjaan pencarian data tentang
karakter massa (baik seara ekonomi, politik maupun budaya), apakah itu secara
teritorial ataupun secara sektoral.
Selain di teritori basis yang sudah kita organisir, sasaran/arah
teritori atau sektor yang akan diinvestigasi diperoleh dari rekomendasi
kawan-kawan yang bekerja dalam pekerjaan perluasan, dari analisa geopolitik dan
sebagainya. Dua masalah yang hendak diketahui dalam investigasi adalah: 1)
kebutuhan-kebutuhan/persoalan-persoalan ekonomi (atau yang lainnya) yang sangat
mendesak bagi rakyat. Tujuannya agar rakyat mau masuk dalam mimbar/wadah kita.
2) mengetahui apakah mereka mau melawan/berjuang atau tidak atas persoalan
mendesak tersebut; 3) mengapa mereka mau atau tidak mau berjuang untuk mengatasi
persoalan-persoalannya sendiri.
Banyak hal yang akan didapat dari investigasi tersebut,
seringkali juga hal-hal negatif (misalnya bahwa, ternyata, massa sulit
berjuang, takut dan sebagainya). Namun, apapun hasil investigasinya, akan
sekaligus menjelaskan bagaimana organisasi mendapatkan kemudahan untuk mengajak
dan menjadi bagian dari perjuangan massa. Sehingga, dari hasil data yang ada,
akan bisa disiapkan bentuk perjuangan yang disanggupi massa, dan diketahui pula
bagaimana kemudahan memajukan pemahaman/kognitif massa, serta sekaligus
membangun kesiapan politik massa.
Selain keuntungan dapat memperoleh data, pekerjaan
investigasi tersebut juga secara bersamaan dapat melatih organisasi dan massa
rakyat untuk mengenal serta berlatih menjalankan demokrasi langsung. Maksudnya,
dalam mengorganisir kita bisa menyediakan ruang yang mengutamakan aspirasi atau
pendapat massa dalam menentukan isi dan sasaran dari perjuangan mobilisasi atau
radikalisasi tiga bulan ke depan. Pendapat massa terbanyak (mayoritas) tentang
persoalan mendesaknya, yang dipandang harus segera diperjuangkan, merupakan
landasan utama untuk merumuskan penyadaran dan tuntutan dalam radikalisasi yang
akan dilaksanakan. Keterlibatan atau partisipasi massa dalam aksi juga akan
lebih kuat atau lebih mungkin terjadi, karena sejak awal rencana aksi
diletakkan pada kepentingan mendesak massa itu sendiri. Metode bertanya
langsung ke rakyat sebelum keputusan diambil, bahkan harus diperjuangkan untuk
menjadi metode/pola yang dilakukan negara sebelum membuat keputusan penting
bagi rakyat (misalnya referendum sebelum buat UUPM, atau dalam pembuatan
konstitusi, dan lain sebagainya).
Dalam menjalankan investigasi, alat-alat yang
dipergunakan untuk mengetahui pendapat massa bisa berupa: a) Angket: (i) diisi
langsung oleh rakyat atau; (ii) (bila ada yang belum sanggup mengisi angket
karena berbagai sebab) diisi sambil ditanya; b) dari perbincangan dengan massa;
c) dari laporan organiser. Alat-alat investigasi tersebut bisa digunakan
semuanya, secara bersamaan, atau bisa juga salah satunya. Namun, bila
menggunakan salah satunya saja kadang tidak bisa menjangkau massa luas atau
kadang ada kesulitan-kesulitan. Misalnya dengan angket, memang bisa lebih luas
dan semakin banyak bisa memperoleh pendapat massa tentang persoalan dan
kesanggupan berjuangnya dari satu-persatu massa, tapi seringkali juga ada
kesulitan karena massa sulit mengisi angket (karena teknis atau banyak juga
karena buta huruf).
Selanjutnya, dari pekerjaan investigasi harus ada kesimpulan
hasil investigasi. Hal terpenting dari pendapat massa yang harus
diperhatikan adalah pada persoalan apakah massa siap melawan/memperjuangkan
persoalan-persoalannya. Sekali lagi, hal prinsipil saat mendorong maju
kesadaran ekonomis (reformis) adalah mewujudkannya menjadi tindakan politik
massa, menjadi mobilisasi aksi massa. Sehingga harus dihargai betul kesanggupan
massa untuk bergerak, dalam persoalan apapun. Kita harus mempelajari
persoalan-persoalan yang, bagi massa, paling mendesak untuk diperjuangkan.
Secara umum, persoalan-persoalan tersebut harus dilihat apakah: 1) merupakan
kebutuhan mendesak rakyat yang sudah dipenuhi negara (tapi ada persoalan dalam
pelaksanaannya); atau 2) merupakan kebutuhan mendesak rakyat yang belum
dipenuhi oleh negara. Untuk kebutuhan mendesak yang sudah dipenuhi negara atau
sudah menjadi program negara (tapi dalam pelaksanaannya masih ada persoalan,
sehingga tidak diterima oleh massa di teritori yang sedang diinvestigasi),
memang lebih mudah dituntut dan lebih cepat kemungkinannya untuk diselesaikan.
Dengan demikian, kader-kader revolusi harus wasapada karena tuntutan massa yang
dengan mudah bisa dipenuhi negara (karena memang sudah menjadi program
penerintah) bisa menyebabkan massa terilusi: percaya kepada negara sebagai
pihak protagonis (pihak yang baik hati), bisa mengurus rakyatnya—Dinas
Kesehatan yang memperhatikan rakyat, Dinas Sosial yang peduli dan sebagainya.
Bahkan organisasi yang dilibatkan dalam pelaksanaan program pemerintah itupun
akan serupa dengan pekerja sosial, atau bahkan menjadi kacung pemerintah.
Bagaimana supaya tidak demikian? Agar tidak terbangun ilusi kepercayaan massa
terhadap negara (yang sebenarnya bukan pihak yang baik dan dapat mengurus
rakyatnya), maka harus disiapkan materi propaganda (sebagai isi tahap berikutnya:
tahap penyadaran) tentang kemenangan sejati dan tentang
kemenangan-kemenangan kecil yang mungkin didapat sebelum revolusi. Jadi, jangan
sampai dibiarkan ada celah berkembangnya kesadaran massa untuk mempercayai
negara borjuis ini, tidak perlu berterima kasih kepada negara dan harus
berterimakasih pada perjuangan rakyat itu sendiri. (Pengalaman di Jakarta,
ketika tuntutan bisa dipenuhi pemerintah—karena memang sudah jadi program
pemerintah—maka massa tetap bisa diajak untuk mengritik cara pemerintah yang
salah dalam menjalankan program tersebut. Dan massa disadarkan bahwa kemenangan
kecil tersebut bukanlah kemenangan sejati karena bisa dicabut kembali atau
tidak diberikan lagi, dipotong subsidinya, seperti terjadi di negeri-negeri
lain bahkan di negeri kita sendiri; kemenangan sejati adalah buah revolusi,
karena revolusi bisa memberikan jalan keluar yang radikal atau menghilangkan
akar penyebab persoalan-persoalan rakyat.)
Sekali lagi, kesimpulan investigasi yang terpenting
adalah dalam persoalan: apakah sebagaian besar massa sudah siap berjuang. Bisa
jadi, dari 500 massa, hanya 50 massa saja yang menyatakan siap berjuang. Tidak
masalah. Karena memang rata-rata massa yang ditemui adalah yang tidak mau
menuntut, mereka biasanya akan berubah pikiran bila, misalnya, faedahnya sudah
bisa dirasakan langsung. Tingkat kesadaran reformisnya bahkan juga bisa lebih
rendah dari perkiraan organiser. Jadi memang tidak bisa dijamin bahwa setiap
mendapat persoalan pasti akan melawan. Itulah kesadaran reformis—dan yang
paling membahayakan adalah: bila sudah tak punya harapan bisa melawan atau
berjuang, tak yakin bisa menang (ideologi yang paling berbahaya). Jadi, tidak
benar pernyataan bahwa melawan adalah instink manusia, layaknya hewan. Manusia,
karena punya kesadaran, dan tidak sekadar mengandalkan instink layaknya
binatang, bisa saja tidak melawan bila ditindas (dengan alasan takut, sudah
biasa dan terima saja, serta lasan-alasan lainnya). (Pada massa Suharto, banyak
massa yang tidak berani melawan. Massa bisa berani melawan karena
syarat-syaratnya telah dibuka oleh unsur-unsur pelopor; itulah mengapa
sekarang, setelah Suharto jatuh, rakyat banyak yang bisa melawan.) Potensi
perlawanan belum tentu dengan segera mewujud, manifes, tidak serta-merta
(otomatis) bisa mewujud nyata. Itulah salah satu landasan dasar teori
kepeloporan, harus ada tambahan
penyadaran yang dipasok dari luar, dari kelas asing sekalipun, bagi
perkembangan dan majunya perlawanan. Dari data hasil investigasi yang
menyatakan bahwa masih banyak massa tidak mau melawan, kita harus menyimpulkan:
apa saja penghambat kesadaran massa di wilayah massa tersebut, dari mana
sumbernya; misalnya, apakah ada oknum/lembaga yang menghambat kemajuan
kesadarannya, atau karena sebab-sebab lainnya. Penyebabnya harus disimpulkan
kemudian dicari obatnya (remedy). Jadi sebelum melangkah ke tahap dua,
tahap penyadaran, harus juga ada kesimpulan tentang obatnya. Biasanya obatnya
adalah pengertian atau penyadaran yang bisa menjelaskan tentang kesalahan dari
kesadaran massa tersebut, atau obat untuk menghancurkan kesadaran palsu massa.
2. Penyadaran
(porsinya 75% dari seluruh waktu pekerjaan yang 90 hari, atau 75% dari 90 hari,
yakni sekitar 66 hari)
Tahap kedua adalah penyadaran atau sering disebut tahap
agitasi-propaganda. Dalam program radikalisasi tiga bulanan, tahap kedua ini
merupakan pekerjaan yang paling banyak porsi waktunya. Karena dalam tahap
inilah kesimpulan investigasi diolah, agar diketahui akar masalah mengapa massa
tak sanggup berjuang, bagaimana mengobatinya agar betul-betul sanggup
memperjuangkan persoalannya, dan mengerti kemenangan sejati yang harus dicapai.
a. Penyadaran tentang tuntutan yang mendesak dan yang sejati
Penyadaran untuk memahami masalah mendesak yang dihadapi
massa (yang didapat dari hasil investigasi), sekaligus membangun keberanian
berlawannya, adalah lebih mudah ketimbang pekerjaan propaganda tentang bentuk
perubahan sejati yang hendak dicapai—yang sedapat mungkin harus juga
disampaikan, dalam berbagai cara dan bentuk. Di samping kita harus menjelaskan
mengapa kita harus menuntut tanggung jawab negara dalam persoalan tersebut,
kita juga harus menyampaikan apa akar persoalannya. Itulah tugas organiser:
memberi pengertian radikal tentang problem yang akan dituntut; bahwa akarnya
adalah persoalan sistem (kapitalis) yang berlaku saat itu. Karena itu, kita
tidak boleh menyetujui pemahaman reformis massa terhadap masalah tersebut, tapi
kita harus memberikan kesadaran radikal/revolusioner tentang problem reformis
yang dituntut oleh massa. Misalnya dalam hal pendidikan, jangan dimaklumi
alasan-alasan negara bahwa anggarannya kurang karena harus membayar utang luar
negeri; sudah diupayakan (sehingga anggrannya hanya bisa sedikit meningkat),
dan alasan-alasan lainnya. Akar persoalan tersebut, yakni adanya sistim
(kapitalis), harus dijelaskan. Akar persoalan yang ditimbulkan oleh sistem
(kapitalis) tersebut adalah: (1) penjajahan (baca: penghisapan) asing dan
agen-agennya di dalam negeri; (2) sisa-sisa lama (Orde Baru dan GOLKAR); (3)
tentara; (4) reformis gadungan; (5) kebudayaan tak melawan, tak berorganisasi,
dan tak bersatu.
Karena penyadaran radikal/revolusioner tersebut
berpotensi menjatuhkan dan menggantikan sistim (kapitalis) tersebut, maka
pekerjaan penyadaran tersebut sering menghadapi bahaya/gangguan, dari siapapun
dan di manapun. Namun karena penjelasan sejati tersebut tidak boleh
ditinggalkan, karenanya harus disiasati, bukan diabaikan atau ditahap-tahapkan.
Organisasi dan organiser harus jeli memanfaatkan
ruang dan membangun ruang dari situasi yang ada, untuk memberikan tempat bagi
propaganda revolusioner tentang akar masalah rakyat. Semua sektor masyarakat
harus mendapatkan penyadaran tersebut, tak bisa ditunda atau ditunggu-tunggu
lagi. Memang ada bahaya, tapi harus diatasi dan bukan dengan
dicabut/ditiadakan. Kalau hanya melakukan propaganda reformis, maka kita tidak
beda dengan pekerja sosial radikal, tak punya arah revolusi. Bila pesoalannya
adalah keamanan, maka yang perlu diatasi adalah keamanannya, bukan menanggalkan
prinsip revolusionernya.
b. Penyadaran tentang cara berjuang (dalam arah revolusi)
Massa yang sedang menuntut kebutuhan mendesaknya harus
sadar bahwa perjuangan tersebut adalah sebagai tahapan (sekolah) menuju
revolusi, yakni untuk memudahkan hajat (survival) hidupnya dan agar
mereka sadar bahwa, dengan berjuang bersama, mereka memiliki kekuatannya
sendiri, apalagi jika bersatu dengan sektor lain. Itulah mengapa
program radikalisasi tiga bulanan tersebut sedapat mungkin beranggotakan
multisektor (melibatkan sektor lain masyarakat) dari berbagai tempat, daerah
sampai ke tingkat nasional. [Walalupun dalam tahapan penyadaran, sebelum tahap
mobilisasi multisektor, diperkenankan melakukan penyadaran dengan cara aksi
sektoral ataupun teritori-teritori tertentu saja—terutama bila masalahnya harus
sesegera mungkin diatasi atau untuk menyerang musuh lokal (agar kita populer di
teritori tersebut)]. Tapi hati-hati: aksi lokal tersebut (dari segi stamina dan
dana) jangan sampai menggangu program mobilisasi/radikalisasi tiga bulanan
tersebut. Sekali lagi, cara perjuangannya harus dalam arah revolusi, sehingga
massa sadar bahwa perjuangan mereka sekarang adalah dalam kerangka revolusi.
Sehingga: (1) secara ekonomi bisa menang; (2) secara politik sadar akan
kekuatannya. Metodenya bisa berbagai cara, yang satu sama lainnya bisa saja
simultan/bersamaan. Misalnya: keikusertaan dalam pemilu merupakan salah satu
bagian saja dari siasat revolusi (sehingga keikursertaan dalam pemilu tidak
menyimpang, kontradiktif, atau kontra-produktif terhadap arah revolusi); atau
dengan mendirikan partai sendiri, partai alternatif (apalagi saat partai-partai
yang ada sudah disimpulkan tidak dapat dipercaya lagi oleh rakyat); aksi
menuntut; rapat akbar (vergadiring); membuat dan menyebarkan terbitan
seluas-luasnya; dan lain sebagainya.
c. Alat-alat penyadaran
Banyak dan
beragam: 1) penyadaran untuk meningkatkan kesadaran/koginitif, bisa berupa:
pendidikan (termasuk pendidikan kelas); diskusi; bacaan/terbitan; pemutaran
film; lomba/pentas baca puisi; panggung kesenian; seminar; debat publik
(pengalaman di DKI, debat publiknya digelar di depan warga, menghadapkan wakil
DPR, wakil pemerintah, dan wakil organisasi kita); dan lain sebagainya; 2)
penyadaran untuk melatih tindakan politik, bisa berupa aksi-aksi sektoral atau
teritorial setempat (aksi lokal). (Tapi, sekali lagi, aksi-aksi sektoral dan
lokal jangan sampai menggangu program radikalisasi/aksi/mobilisasi tiga
bulanan, baik dari segi stamina maupun dana); 3) Gabungan penyadaran (1) dan
(2), terutama yang berupa vergadering atau rapat-rapat akbar (di semua
tingkatan bahkan, semakin hari, vergaderingnya bukan saja sekadar di
tingkat teritori yang tinggi, namun juga harus semakin didorong ke tingkat
teritori bawah, di tingkatan RT, misalnya)
3. Mobilisasi (porsinya 15% dari seluruh waktu pekerjaan yang 90 hari,
atau 15% dari 90 hari, yakni sekitar
13-15 hari)
Pada tahap ini, kembali dijelaskan rencana mobilisasi
(beserta rincian tuntutan, sasaran dan lain sebainya) dan ditanyakan
kesanggupannya (dalam bentuk mengisi absen) untuk terlibat dalam aksi.
Kesanggupan tersebut merupakan kreteria (tolak ukur) keberhasilan pekerjaan
TAHAP I (INVESTIGASI) dan TAHAP II (PENYADARAN). Begitulah kita mengukur
penerimaan massa terhadap rencana program radikalisasi tiga bulanan. Dalam
TAHAP III (MOBILISASI), setiap harinya harus ada (organiser) yang mengumpulkan
tanda tangan absen keikutsertaan (aksi) tersebut. Dalam tahap ini juga
diperiksa persiapan-persiapan lainnya, seperti: transportasi; perangkat aksi;
evaluasi terhadap kecukupan dana; bentuk aksi; sasaran; kampanye ke media
massa; pengamanannya; sampai warna, spasi huruf/kata/baris, bentuk huruf agar
spanduk dan poster-posernya menonjol; lagu-lagu; yel-yel; slogan-slogan; dan
lain sebaginya.
Pada tahap mobilisasi ini, bahkan pada tahap penyadaran,
massa secara jelas mengetahui aksi yang akan dilakukan, dari isi tuntutannya (isuuenya)
hingga teknis-teknisnya. Sehingga jika di lapangan ada wartawan yang bertanya
ke massa, mereka akan bisa menjawab dan memang mengetahui kepentingannya,
sebagaimana layaknya massa sadar (tak seperti massa bayaran yang sekadar
dimobilisasi). Dan kita juga tahu massa mana saja yang belum siap aksi—dan
tugas kita lah untuk menyadarkan dan memberanikannya. Jumlah peserta aksi pun
akan rinci sesuai dengan absen (1.313 orang, misalnya). Kalaupun berubah,
jumlahnya tidak akan jauh berbeda dari daftar yang ada di absen (bahkan
kadang-kadang lebih banyak karena, biasanya, massa mengajak mengajak teman atau
keluarganya tanpa didaftarkan. Namun, sedapat mungkin harus didaftarkan agar
dapat dikontrol dan dijaga. Selain itu, resiko penyusupan provokator ke dalam
aksi bisa dikurangi).
II. Pekerjaan yang dilakukan secara simultan atau
bersamaan dengan pekerjaan bertahap
Pekerjaan yang tidak ditahap-tahapkan, yang dikerjakan
sejak awal hingga aksi, dan selalu ada dan terus dikerjakan bersamaan dengan
pekerjaan bertahap (investigasi, penyadaran dan mobilisasi), kita sebut
pekerjaan simultan atau pekerjaan yang dilakukan secara bersamaan (dengan
pekerjaan bertahap). Pekerjaan simultan ini meliputi pekerjaan-pekerjaan yang
juga tidak boleh dipisahkan dari radikalisasi tiga bulanan.
1. Persatuan
Kerja membangun persatuan dengan organisasi/individu lain
sejak awal harus dilakukan dan ada petugas (khusus)nya yang ditunjuk. Petugas
untuk membangun persatuan atau front ini akan menawarkan ke organisasi/individu
lain untuk terlibat (seluruhnya atau sebagian) dengan tahapan radikalisasi tiga
bulanan tersebut. Organisasi/individu lain yang sepakat terlibat atau sepakat
menjalankan bersama-sama rencana radikalisasi tiga bulanan tentu akan juga
mengikuti dan melaksanakan semua pekerjaan tiga bulanan tersebut. Namun mereka
bisa juga hanya terlibat dalam sebagian prosesnya saja: misalnya, saat bekerja
sama dengan LSM, mereka hanya mau bekerjasama dalam program atau tahap
investigasi. (Dengan demikian, selain kita dan LSM tersebut akan bersama-sama
memiliki data hasil investigasi, juga kita dan LSM bisa saling berbagi dalam
membiayai program investigasi). Atau misalnya ada kelompok/pihak lain yang
hanya mau terlibat dalam mobilisasi dan aksi (dengan menerima program/issue/tuntutan
yang kita usung), atau bentuk-bentuk kerjasama yang lainnya. Prinsip dari
pekerjaan membangun persatuan tersebut adalah untuk memperbanyak sekutu dan
sumber daya (massa, organiser, dan dana). Bahkan bisa jadi kita yang kemudian
ikut dalam program kelompok/pihak lain atau front yang sudah ada, oleh karena
tuntutan mereka lebih tepat, misalnya (tentu saja kita harus menjelaskannya
kepada massa kita mengapa kita harus mengusung program/issue/tuntutan
front). Ada banyak lagi kemungkinan bentuk taktik persatuan yang
dijalankan—bahkan, misalnya, bisa saja
kelompok/pihak lain tidak mau dicantumkan sebagai penyelenggara aksi tapi hanya
sebagai pendukung (sponsor) aksi (tercantum dalam statemen dan selebaran
sebagai pendukung); atau sengaja (dengan persetujuan kelompok/pihak lain) kita
mencantumkannya hanya sebagai pendukung aksi karena mereka memang tidak
terlibat dalam program tiga bulanan sejak awal. Walaupun, di lapangan, kita
harus memberikan kesempatan (demokratik) kepada mereka untuk berorasi. Semua
itu agar mempercepat persatuan dan penggabungan antar kota/wilayah/sektor dari
berbagai kekuatan demokratik. Unsur-unsur kekuatan politik rakyat harus terus
kita dorong bersatu, dan akan semakin mudah jika organisasi kita tidak
sektarian, rendah hati dan tidak memaksakan kehendak. Dan akan semakin mudah
bila proses persatuan tersebut menuju ke arah yang benar (tuntutannya semakin
baik, membela rakyat, dan kelompok/pihak yang terlibat semakin bertambah).
Dengan demikian massa, rakyat, secara umum akan melihat keseriusan kita
membangun persatuan berbagai kekuatan politik demokratik yang menguntungkan
rakyat. Kerjasama dengan organisasi politik lain yang sering atau pernah
menjadi musuh rakyat akan kontra-produktif bagi politik alternatif,
karenanya TIDAK bisa dijadikan sekutu atau membangun persatuan dengan pihak
tersebut. (Pengecualian kerjasama dengan pihak semacam itu adalah hanya jika
sedang menghadapi serangan musuh yang lebih berbahaya bagi rakyat, dan pihak
lain tersebut dengan tegas JUGA menyatakan perlawanan terhadap musuh rakyat
tersebut).
2. Perluasan
Pekerjaan perluasan bisa dibedakan dengan pekerjaan
front atau persatuan—walaupun pekerjaan front mengandung unsur manfaat
perluasan. Bahkan manfaat perluasan yang diberikan oleh front (secara
manajemen) harus ditindaklanjuti oleh pekerjaan perluasan. Pekerjaan perluasan lebih bermakna memperluas perjuangan
kita sendiri (baik secara teritori/struktur/massa, tuntutan, maupun sektor
masyarakatnya). Pekerjaan perluasan tidak boleh kita abaikan, harus selalu
dikerjakan, sehingga mempercepat pembesaran organisasi. Makna perluasan bisa
dilihat dari: perluasan basis teritori (struktur dan massa), perluasan sektor,
perluasan tuntutan dan lain sebagainya; dan perluasan itu ada yang terencana (mengolah
teritori/struktur/massa, tuntutan, maupun sektor masyarakat yang potensial akan
bergolak) atau ataupun tidak terencana (misalnya, kita mengolah
teritori/struktur/massa, tuntutan, maupun sektor masyarakat yang sudah/sedang
bergolak, yang sudah manifes/berwujud). Perluasan harus menjadi bentuk kerja
tersendiri, karenanya perlu ada orang-orang khusus (SATGAS Perluasan) yang
ditugaskan untuk pekerjaan perluasan tersebut. Petugas perluasan ini harus siap
melakukan pekerjaan perluasan yang diolah dari setiap potensi yang datang
(selain yang sudah direncanakan), termasuk misalnya dari hasil kerja
persatuan/front yang berhasil mendapatkan peluang perluasan.
Bahkan untuk mempercepat perluasan, bisa diputuskan bahwa
sebagian besar organiser (75% nya, misalnya) dalam dua hari setiap minggunya
melakukan pekerjaan perluasan atau berkeja sebagai SATGAS Perluasan, apalagi
bisa sudah ada massa maju (pengganti/second liner) untuk menjaga basis
yang ditinggalkan selama dua hari dalam setiap minggunya itu. Biasanya, bila
pekerjaan perluasan dilakukan secara bersama-sama, atau tidak sendiri-sendiri,
maka keberanian organiser untuk melakukan pekerjaan perluasan akan terjamin.
Dalam dua hari itu, pekerjaan basis bisa diserahkan kepada second liner
(bila ada), atau massa maju yang sudah diberikan pendidikan dan
diberikan/didelegasikan wewenang pekerjaan pengorganisasian basis yang sudah
ada (sekaligus merupakan latihan dalam proses kaderisasi). Alat-alat atau media
untuk melakukan perluasan bisa berbagai macam bentuk, misalnya, layaknya dalam
pekerjaan penyadaran: pendidikan (termasuk pendidikan kelas); diskusi;
bacaan/terbitan; pemutaran film; lomba/pentas baca puisi; panggung kesenian; seminar;
debat publik, dan lain sebagainya; atau misalnya dengan selebaran yang isinya
menjelaskan bahwa kita bisa memberikan advokasi/pembelaan kesehatan dan
pendidikan gratis kepada rakyat (dengan memberikan nama petugas kita, alamat
terdekat, dan nomer telpon/handphone yang dapat dihubungi rakyat).
Pekerjaan perluasan tersebut akan saling-memberikan
manfaat (dialektik) antara massa basis lama dengan massa basis baru: massa
basis lama akan meningkat semangatnya bila mengetahui adanya perluasan basis
massa baru; demikian pula sebaliknya, massa basis baru akan mau terlibat bisa
mengetahui sudah ada/banyak massa di daerah lain yang terlibat. (oleh karena
itu, dalam selebarannya, juga harus dicantumkan massa basis-basis mana saja
yang sudah mendapatkan manfaat advokasi/pembelaan kesehatan dan pendidikan
gratis.) Apalagi bila keterlibatan massa di basis lama stagnan, sulit
meningkatnya, atau bahkan cenderung menurun. Selain itu, dengan perluasan, kita
bisa mengukur kapan kita bisa meningkatkan tindakan dan/atau tuntutan politik
kita, radikalisasi (KADANG, apalagi pada masa awal) harus diselaraskan dengan
jumlah massa dan tingkat kesadaran/kesanggupan politiknya. [misalnya, saat kita
hendak menggulingkan Soeharto, kita memiliki ukuran perluasannya: bila kita berhasil
melibatkan 25% massa dari 98 kelurahan (di DKI Jakarta) di jalur revolusi, maka
Soeharto akan tumbang.
Untuk menentukan sasaran perluasan kita harus memahami
watak geopolitik dan watak massanya. Teritori yang dipertimbangkan memenuhi
syarat geopolitik sangat penting menjadi sasaran perluasan (baik dalam
pengertian geopolitik teritorial maupun geopolitik sektoral), karena daya juang
politiknya akan memiliki pengaruh politik yang tinggi/luas, baik ketika
berhadapan dengan negara maupun untuk mempengaruhi teritori lain (sehingga
perluasan selanjutnya ke teritori lai akan lebih mudah). Sasaran perluasan
perlu juga dilihat dari watak massanya. Misalnya, perluasan ke lapisan
masyarakat yang tak terlalu miskin bisa lebih mendapatkan massa yang lebih
mudah untuk dimajukan sebagai organiser atau kader.
Pekerjaan perluasan tersebut juga bisa dikaji untuk
diterapkan dalam pekerjaan perluasan di sektor-sektor mayarakat lainnya,
misalnya di sektor buruh, tani dan lain sebagainya.
3. DANA
JUANG
Dilihat dari sumbernya, dana juang bisa diperoleh dari
dua sumber:
Dari
dalam:
Mutlak HARUS karena, dengan demikian, kita bisa menguji
dan mengkur komitmen atau kesetiaan massa untuk mendanai perjuangannya sendiri.
Dana dari dalam ini sebaiknya dipergunakan untuk item-item atau hal yang
kaitannya dengan perjuangan massa sangat dekat, misalnya: untuk biaya
mobilisasi aksi; untuk bacaan; untuk pendidikan; dan lain sebagainya. Memang
sering tumpang tindih dengan sumber dana dari
luar, tapi harus selalu diupayakan agar massa mendanai perjuangannya
sendiri. Dalam pengalaman di DKI Jakarta, Serikat Rakyat Miskin Kota (SRMK)
mengajurkan agar massa menyumbangkan dananya sebesar Rp.500,- per hari (sebagai
tabungan). Kenapa harus per hari (atau per dua hari; di buruh per minggu): itu
agar meringankan massa memberikan dannya, ketimbang sekaligus Rp.30.000,- per
bulan, berat. Dan agar terlaksana dengan baik, harus ada petugas keliling yang
mengumpulkannya. (Rekor pengumpulan dana juang SRMK Jakarta: pernah
mengumpulkan 45 jutaan rupiah dalam tiga bulan, dari keharusan terkumpul 90
jutaan rupiah). Banyak hambatannya, memang, tapi harus terus diupayakan metode
terbaiknya, sesuai dengan watak massa masing-masing.
Dari
luar:
Bisa didapatkan dari kerjasama dengan kelompok/pihak lain
atau dari unit usaha kita sendiri. dan alokasi dananya, sebaiknya, untuk yang
kaitannya dengan perjuangan massa lebih jauh, misalnya untuk tranportasi
organiser, untuk kesekretariatan, dan lain sebagainya.
III. Pekerjaan Tambahan
Selain pekerjaan bertahap dan pekerjaan simultan, ada
juga pekerjaan tambahan yang dalam setiap periode tiga bulanan bisa
berubah-ubah. Namun begitu pekerjaan tambahan ini ditetapkan di satu periode
tiga bulanan, maka pekerjaannya juga harus menjadi bagian dari program tiga
bulanan dan hasilnya ditelit/dievaluasi bersama dengan pekerjaan-pekerjaan
lainnya. Dalam program tiga bulanan, SMRK DKI Jakarta pernah menetapkan
pekerjaan tambahannya adalah sebagai berikut (untuk jadi acuan):
1. Pembangunan
kompartemen:
Misalnya, pembangunan kompartemen: a) Partai Persatuan Pembebasan Nasional
(PAPERNAS); b) Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika c) Jaringan Kerja
Kebudayaan Rakyat (Jaker). Artinya dalam satu periode tiga bulanan (bisa saja
terus berlanjut di tiga bulanan berikutnya) maka pekerjaan organisasi ditambah
dengan pekerjaan membangun PAPERNAS, Mahardhika, dan Jaker di setiap teritori.
Sebenarnya, dari pengalaman, pembangunan kompartemen tersebut sangat membantu
dalam perluasan dan penyadaran massa (massa jadi tidak cupet/parokial
pemikirannya), serta membantu dalam menggalang sumberdaya organiser dan dana.
2. Pendidikan
kader/massa maju
Tujuannya untuk mempertinggi pengetahuan/meningkatkan kemampuan dan
pendelegasian wewenang kepada massa yang dianggap telah memenuhi kreteria maju;
selain itu, juga agar pekerjaan perluasan dapat ditingkatkan dan diperingan
(karena sumberdaya organisernya lebih banyak) dengan melimpahkan wewenang
kepada massa maju untuk mengorganisir/menjaga basis yang sudah ada, selama
organiser lama bekerja menjadi petugas SATGAS Perluasan. Taktik ini berangkat
dari pengalaman: saat basis massa meluas, atau potensial meluas, tapi tak bisa
ditangani karena organisernya tak mencukupi.
3. BUK
(Badan Urusan Kontradiksi)
Badan ini difungsikan untuk menyelesaikan persoalan personal antar kawan,
antar massa, atau antara organiser dengan massa, yang mungkin muncul selama
proses tiga bulanan. Persoalan antar personal tersebut penting untuk
diperhatikan, dan sebisa mungkin segera diselesaikan, sehingga tidak menganggu
pekerjaan-pekerjaan dalam tiga bulanan.
4. Unit
Usaha
Pengembangan
usaha ekonomi untuk membiayai organisasi, yang muncul dari potensi yang paling
sanggup dikerjakan, sebagai bagian penting membangun kemandirian organisasi
dalam memenuhi kebutuhannya. Seberapapun capaian awal dalam unit usaha
organisasi ini, harus dihargai dan dikembangkan terus. Arah untuk mencukupi
kebutuhan sendiri bagi organisasi harus dijadikan tujuan yang penting, arah yang
penting, melalui dana juang dan unit usaha organisasi.
5. Manajemen
Yang harus dipelajari dari manajemen terutama tentang manajemen Gerak dan
Waktu (Motion and Times Study). Agar lebih peka melihat
transaksi-transaksi kerja beserta
variabel-variabel kerja apa yang harus dikerjakan dan diatur. Prinsipnya
adalah: setelah ada penetapan strategi-taktik, harus ada pengaturan bagaimana
mencapainya, bagaimana melaksanakan dan mengatur waktunya. Hasil akhirnya akan
seperti jadwal (schedule) kerja beserta personilnya. Kolektif harus peka
bahwa, untuk mencapai tujuan tersebut dan untuk melaksankan strategi-taktik
tertentu, pekerjaan apa saja yang harus dilaksanakan (dari yang paling rumit
sampai sederhana), siapa-siapa saja yang mengerjakan, dan bagaimana jadwal
waktunya, serta kemudian diatur menjadi pekerjaan yang bisa dijalankan. Yang
terakhir, bisa diketahui mana yang harus dikerjakan secara bertahap, dan mana
yang harus dikerjakan bersamaan.
6. Advokasi/pembelaan
Pekerjaan advokasi atau pembelaan terhadap masalah-masalah rakyat
sehari-hari (di luar program 3 bulanan) bisa menjadi pintu masuk (meraih
simpati) massa agar massa bisa masuk ke dalam wadah-wadah pengorganisasian
kita, sehingga bisa terjangkau oleh kerja penyadaran kita. Masalah-masalah
rakyat tersebut misalnya bila ada massa yang sakit (dan memerlukan pengobatan
gratis), bila ada massa yang mau menyekolahkan anak-anaknya tapi tidak mampu
(karenanya membutuhkan pendidikan gratis atau diperingan), bila ada massa yang
kesulitan mengurus surat-surat di RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Walikota dan
lain sebagainya (sehinga perlu didampingi dan diberikan penyadaran hukum), bila
massa tidak berhasil mendapatkan manfaat dari program-program yang (sebenarnya)
telah diberikan oleh pemerintah tapi di lapangan tidak mencapai sasaran
(program BLT, konpensai gempa, misalnya) (sehingga membutuhkan arahan dan
mobilisasi untuk menuntutnya), dan lain sebaginya. Namun, secara ideologis dan
politik, pekerjaan advokasi juga mengandung bahaya: 1) organiser atau
organisasi yang mendampinginya oleh massa akan dianggap sebagai dewa penolong;
atau massa tak punya kesadaran akan kekuatannya sendiri. (oleh karena itu,
massa juga harus diberikan pelatihan advokasi agar bisa mengadvokasi dirinya,
keluarganya, teman-temannya dan masyarakat lingkungannya); 2) massa menganggap
bahwa bila sudah diadvokasi maka persoalannya sudah selesai; massa tidak
menganggap bahwa masih banyak (potensi) persoalan yang akan menimpa rakyat
miskin; 3) massa tidak sadar bahwa hanya persoalan dirinya saja yang
diselesaikan, hanya persoalan anggota (SRMK saja, misalnya) yang selesai,
sedangkan persoalan massa di teritori lain, persoalan massa yang bukan anggota
(SRMK) tidak bisa diselesaikan—apalagi bila capaian atau metode-metode
perjuangannya tidak tersebar secara luas sehingga massa dari teritori lain dan
anggota organisasi lain tidak bisa
belajar dan mengambil hikmah dari hasil perjuangan (SRMK, misalnya) (apalagi
massa yang tak berorganisasi); 4) ini yang paling bahaya: massa, organiser, dan
organisasinya, menganggap bahwa keberhasilan tersebut merupakan pemberian,
kebaikan atau keberhasilan program pemerintah. Massa, organiser, dan
organisasinya tak sadar bahwa keberhasilan tersebut adalah buah, panen, dari
program-program menuntut/radikalisasi massa. (Misalnya, DepKes atau Pemda bisa
mempermudah advokasi kesehatan SRMK karena mereka sudah tahu radikalisasi SRMK
yang dilakukan sebelumnya; banyak organisasi atau individu yang tidak seperti
SRMK, kesulitan melakukan advokasi. Bahkan, sekarang, dari laporan oragnisernya,
anggota-anggota SRMK sendiri mulai dipersulit melakukan advokasi di beberapa
rumah sakit; contoh lain: dalam film SICKO, karya terbaru Michael
Moore, yang dilarang diperkenalkan perdana (launching) di Amerika
Serikat, dijelaskan bahwa banyaknya layanan publik yang diberikan pemerintah
kepada warga Prancis adalah karena warganya sering menuntutnya. Sebagai contoh:
bahkan bila warga Prancis dan keluarganya kerepotan mencuci pakaian mereka,
maka mereka bisa meminta Pemda setempat untuk datang mencucikannya, gratis); 5)
dengan demikian, massa tidak mengerti tentang arah revolusi dari perjuangan
sehari-harinya; hanya jadi penadah kebaikan pemerintah, kacung pemerintah, atau
pekerja sosial saja.
Demikian pekerjaan-pekerjaan menuju aksi tiga bulanan.
Keseluruhan kerja tersebut saling terkait dan menjadi bagian tak terpisahkan
dari konsepsi radikalisasi tiga bulanan, dan bukan sekedar jadwal aksi tiga
bulan sekali. Aksi tiga bulan ini setahap demi setahap harus meningkat. Walau
tuntutannya sama, tapi isi, kwalitas, radikalisasi dan jumlah mobilisasinya
harus ditingkatkan. Dan harus menjadi
program multi-sektor dari tingkatan teritori yang paling rendah sampai
tingkatan teritori naional/internasional. Harus bergabung. Supaya psikologi
perjuangannya lebih bagus. Misalnya kepercayaan diri massa meningkat karena ada
sektor lain yang terlibat, karena kekuatannya besar. Oleh karenanya, menyertai
pelaksanaan radikalisasi tiga bulanan tersebut, harus ada lembaga tambahan,
yakni LEMBAGA GABUNGAN ANTAR-SEKTOR MASYARAKAT (beserta rapat-rapatnya),
yang di dalamnya ada perwakilan tiap-tiap sektor masyarakat. Juga, selain ada
rapat regular di tiap sektor dan antar-sektor masyarakat; dibutuhkan juga
pertemuan konferensi-konferensi stratak, yang reguler dan meluas
baik di sektornya sendiri maupun dalam gabungan antar-sektor masyarakat, untuk
mengatasi hambatan-hambatan dan terobosan perjuangan, baik dalam hal
strategi–taktik sektoral, antar-sektor maupun antar-teritori.
Dalam hal organisasi, radikalisasi tiga bulanan tersebut
juga merupakan metode terstruktur yang perlu dikaji dan dicoba untuk
dijalankan, dalam upaya menjawab persoalan kecilnya organisasi.
Dalam situasi subjektif organisasi yang kecil, baik organisasi kita (maupun
organisasi lain), akan lebih sulit untuk membangun kekuatan politik alternatif,
walaupun secara objektif perlawanan rakyat meluas di mana-mana. Kecilnya
organisasi harus diatasi, tidak boleh dihindari dengan kapitulasi (menyerah)
kepada organisasi non-alternatif, karena hal tersebut adalah pokok. Hal yang
pokok bagi revolusi, sesulit apapun, harus terus dikerjakan dan harus dicari
kemudahan-kemudahannya, oleh kaum revolusioner sendiri. Begitu menghindari yang
pokok, maka seketika itu juga tergelincir dari arah politik alternatif, dari
arah kemenangan rakyat, dari arah revolusi.
0 komentar:
Post a Comment
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan PPRI. Kami berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.
Untuk saran, koreksi dan hak jawab, pengiriman press rilis, artikel, photo, silahkan mengirimkan email ke: infoppri2015@gmail.com