Data pelanggaran atas hak berkumpul dan berpendapat serta berekspresi yang dicatat oleh organisasi pemantau seperti KontraS, Elsam, LBH Jakarta, SAFENET memperlihatkan paling tidak ada 41 kali diabaikannya hak sipil tersebut sejak Januari 2015 sampai Mei 2016 dalam bentuk pelarangan, intimidasi, pembubaran paksa, penangkapan sewenang-wenang, pembredelan, pencekalan, dan lain-lain.
Frekuensi pelarangan, intimidasi, pembubaran paksa, penangkapan sewenang-wenang, pembredelan, pencekalan, dan lain-lain cenderung meningkat, terutama pada tahun 2016 paling tidak ada 4-5 kali peristiwa per bulan (seminggu paling tidak ada 1 peristiwa).
Belakangan terjadi tindakan penangkapan dan penggeledahan serta penyitaan sewenang-wenang di sejumlah wilayah yang jelas tidak berdasarkan hukum yang sah dan bahkan melawan hukum! Dalam hal ini Konstitusi, Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU HAM, dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi oleh Indonesia tahun 2005 dan Peraturan Kapolri tentang Standar HAM.
Semua tindakan melawan hukum ini dibungkus oleh negara dengan menggunakan landasan hukum usang TAP MPRS No. XXV Tahun 1996 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia. Namun sesungguhnya ketetapan ini telah ditinjau ulang keberlakuannya melalui TAP MPR No. I Tahun 2003 di mana tindakan tersebut ke depan harus diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Pelarangan dan pembubaran paksa pada bentuk kegiatan dan kebebasan berekspresi seperti menonton, pameran seni dan kegiatan akademik/ilmiah adalah pelanggaran serius pada hak sipil masyarakat untuk berkumpul, berpendapat, berekspresi dan mengakses informasi. Serta sekali lagi menegaskan bahwa ini adalah wujud upaya sistematis untuk menghambat pendidikan rakyat atas apa yang terjadi di sekitarnya.
Pada hari Rabu, 11 Mei 2016, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan individu yang peduli pada demokrasi seperti KontraS, LBH Jakarta, Safenet, AJI, LBH Pers, ELSAM berkumpul dan membaca situasi secara bersama-sama. Hasil pembacaan sebagai berikut:
1. Ada upaya menciptakan “musuh-musuh palsu” yang seolah-olah dijadikan berlawanan dengan rakyat, dengan memunculkan serta menyebarkan kembalirasa takut terhadap komunisme dan LGBT yang sebenarnya adalah semu. Upaya-upaya ini justru dilakukan dengan melawan hukum yang merupakan wujud pengulangan sejarah kelam bangsa Indonesia di masa pemerintahan otoriter Orde Baru, yang nyatanya adalah musuh sejati rakyat.
2. Cap ini distigmakan kepada aktivis, gerakan rakyat dan kelompok minoritas yang sebenarnya bekerja untuk demokrasi; bukan dan tidak ada kaitan dengan penyebaran paham Komunisme/Marxisme/Leninisme, bahkan kelompok yang dituduh ini adalah kelompok yang sehari-harinya menyuarakan anti kapitalisme dan dengan tegas menolak kembalinya manifes orde baru dalam iklim pembangunan demokrasi hari ini
3. Yang sebenarnya terjadi adalah menguatnya kembali orde baru dengan militerismenya. Hal ini terlihat dari upaya militer meminta dan juga dilibatkan untuk lebih berperan dalam penyelesaian atas masalah-masalah "musuh rakyat" ini dan dalam permasalahan sehari-hari kehidupan masyarakat seperti penggusuran dan pengamanan
Untuk merespon cepat situasi, dibentuk GEMA DEMOKRASI (Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi).
Tertarik berada dalam satu barisan Gema Demokrasi, silakan email: rebutdemokrasi@gmail.com
Narahubung:
1. Asep Komarudin : 081310728770
2. Alghifari Aqsa : 081280666410
Frekuensi pelarangan, intimidasi, pembubaran paksa, penangkapan sewenang-wenang, pembredelan, pencekalan, dan lain-lain cenderung meningkat, terutama pada tahun 2016 paling tidak ada 4-5 kali peristiwa per bulan (seminggu paling tidak ada 1 peristiwa).
Belakangan terjadi tindakan penangkapan dan penggeledahan serta penyitaan sewenang-wenang di sejumlah wilayah yang jelas tidak berdasarkan hukum yang sah dan bahkan melawan hukum! Dalam hal ini Konstitusi, Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU HAM, dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi oleh Indonesia tahun 2005 dan Peraturan Kapolri tentang Standar HAM.
Semua tindakan melawan hukum ini dibungkus oleh negara dengan menggunakan landasan hukum usang TAP MPRS No. XXV Tahun 1996 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia. Namun sesungguhnya ketetapan ini telah ditinjau ulang keberlakuannya melalui TAP MPR No. I Tahun 2003 di mana tindakan tersebut ke depan harus diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Pelarangan dan pembubaran paksa pada bentuk kegiatan dan kebebasan berekspresi seperti menonton, pameran seni dan kegiatan akademik/ilmiah adalah pelanggaran serius pada hak sipil masyarakat untuk berkumpul, berpendapat, berekspresi dan mengakses informasi. Serta sekali lagi menegaskan bahwa ini adalah wujud upaya sistematis untuk menghambat pendidikan rakyat atas apa yang terjadi di sekitarnya.
Pada hari Rabu, 11 Mei 2016, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan individu yang peduli pada demokrasi seperti KontraS, LBH Jakarta, Safenet, AJI, LBH Pers, ELSAM berkumpul dan membaca situasi secara bersama-sama. Hasil pembacaan sebagai berikut:
1. Ada upaya menciptakan “musuh-musuh palsu” yang seolah-olah dijadikan berlawanan dengan rakyat, dengan memunculkan serta menyebarkan kembalirasa takut terhadap komunisme dan LGBT yang sebenarnya adalah semu. Upaya-upaya ini justru dilakukan dengan melawan hukum yang merupakan wujud pengulangan sejarah kelam bangsa Indonesia di masa pemerintahan otoriter Orde Baru, yang nyatanya adalah musuh sejati rakyat.
2. Cap ini distigmakan kepada aktivis, gerakan rakyat dan kelompok minoritas yang sebenarnya bekerja untuk demokrasi; bukan dan tidak ada kaitan dengan penyebaran paham Komunisme/Marxisme/Leninisme, bahkan kelompok yang dituduh ini adalah kelompok yang sehari-harinya menyuarakan anti kapitalisme dan dengan tegas menolak kembalinya manifes orde baru dalam iklim pembangunan demokrasi hari ini
3. Yang sebenarnya terjadi adalah menguatnya kembali orde baru dengan militerismenya. Hal ini terlihat dari upaya militer meminta dan juga dilibatkan untuk lebih berperan dalam penyelesaian atas masalah-masalah "musuh rakyat" ini dan dalam permasalahan sehari-hari kehidupan masyarakat seperti penggusuran dan pengamanan
Untuk merespon cepat situasi, dibentuk GEMA DEMOKRASI (Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi).
Tertarik berada dalam satu barisan Gema Demokrasi, silakan email: rebutdemokrasi@gmail.com
Narahubung:
1. Asep Komarudin : 081310728770
2. Alghifari Aqsa : 081280666410
0 komentar:
Post a Comment
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan PPRI. Kami berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.
Untuk saran, koreksi dan hak jawab, pengiriman press rilis, artikel, photo, silahkan mengirimkan email ke: infoppri2015@gmail.com